MELIHAT KEBAIKAN DI
SEGALA HAL
... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat
baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui
sedang kamu tidak mengetahui.
( Al-Baqarah:
216 )
OLEH:
HARUN YAHYA
Judul Asli: Seeing
Good in All
Editor: Zikryzeal.blogspot.co.id
Untuk Pembaca
Alasan mengapa sebuah
bab khusus diangkat untuk menjatuhkan teori evolusi adalah karena teori ini
merupakan basis dasar semua filosofi antiagama. Sejak Darwinisme menolak fakta
penciptaan dan eksistensi Tuhan selama 140 tahun terakhir, banyak orang yang
mengabaikan keimanan mereka dan jatuh ke dalam keraguan. Karena itu,
menunjukkan bahwa teori ini adalah sebuah tipu daya adalah tugas yang sangat
penting dalam agama. Menjadi keharusan untuk menyampaikan tugas penting ini
kepada setiap orang. Sebagian pembaca mungkin memiliki kesempatan untuk membaca
hanya satu buku kami.
Karena itu, kami kira
sah saja untuk menyisakan satu bab sebagai ringkasan subjek tersebut. Dalam
semua buku Harun Yahya, isu yang berkaitan dengan keimanan dijelaskan dalam
cahaya ayat-ayat qur`ani dan manusia diajak untuk mempelajari kalimat-kalimat
Allah dan hidup dengannya. Semua hal yang berkaitan dengan ayat-ayat Allah
dijelaskan dengan sedemikian rupa sehingga tak ada celah keraguan atau tanda
tanya dalam pikiran pembaca. Kelugasan, kesederhanaan, dan kemudahan gaya
penulisannya memastikan siapa pun yang membaca–usia berapa pun dan dari
kelompok masyarakat mana pun-dapat dengan mudah memahami buku ini. Penggambaran
yang efektif dan jelas memungkinkan buku ini untuk dibaca sekali duduk. Bahkan,
mereka yang menolak keras spriritualitas pun dapat terpengaruh oleh fakta yang
dibeberkan dalam buku ini dan tidak dapat menyangkal kebenaran isinya. Buku ini
dan semua karya Harun Yahya dapat dibaca secara terpisah dan didiskusikan dalam
kelompok saat berbincang-bincang. Para pembaca yang memanfaatkan buku-buku ini
akan mendapati bahwa diskusi tersebut dangat berguna untuk dapat menghubungkan
cermin diri dan pengalaman mereka satu sama lain. Selain itu, adalah sumbangan
besar bagi Islam untuk turut serta menyampaikan kembali dan membaca buku-buku
yang ditulis semata-mata demi keridhaan Allah ini. Semua buku Harun Yahya benar-benar
meyakinkan. Karena alasan itulah, bagi mereka yang ingin menyampaikan agama ini
kepada orang lain, salah satu metode efektifnya adalah mendorong mereka untuk
membaca buku-buku Harun Yahya.
Pembaca diharapkan
dapat melihat sekilas buku-buku lainnya di halaman pertama buku ini dan mengapresiasi
sumber materi yang kaya isu-isu yang berkaitan dengan keimanan ini. Buku ini
sangat berguna dan menyenangkan untuk dibaca. Dalam buku ini, Anda tidak akan
menemukan apa yang biasa ditemukan di dalam buku-buku lain: pandangan pribadi
Penulis, penjelasan yang berdasar pada sumber-sumber yang meragukan, gaya yang
tidak memerhatikan rasa hormat dan penghormatan yang seharusnya terhadap
hal-hal yang suci, dan referensi yang berhubungan dengan subjek-subjek yang
membingungkan, menimbulkan keraguan, dan pandangan pesimis yang mengakibatkan
penyimpangan keyakinan.
Tentang Penulis
Penulis yang memakai
nama pena HARUN YAHYA ini lahir di Ankara pada tahun 1956. Setelah menyelesaikan
pendidikan dasar dan menengahnya di Ankara, ia lalu belajar seni di Universitas
Mimar Sinan, Istambul, dan belajar filsafat di Universitas Istambul. Sejak
tahun 1980-an, Penulis telah mempublikasikan banyak buku tentang politik,
keimanan, dan sains. Harun Yahya dikenal sebagai seorang penulis yang telah
melahirkan karya-karya penting yang menyingkap tipuan para evolusionis, kecacatan
klaim mereka, dan hubungan gelap antara Darwinisme dan komunisme. Nama penanya
diambil dari nama “Harun” dan “Yahya” untuk mengingat dua nabi mulia yang berjuang
melawan kekafiran. Label nabi di cover buku-bukunya memiliki arti simbolis yang
berkaitan dengan isinya. Label ini merepresentasikan Al-Qur`an, kitab nabi
kita, dan kalimat Allah yang terakhir.
Di bawah tuntunan
Al-Qur`an dan Sunnah, Penulis menjadikan buku ini sebagai tujuan utama untuk membantah
ajaran fundamental ideologi-ideologi ateis dan untuk melemparkan kata-kata
terakhir untuk membungkam bantahan terhadap agama. Nabi terakhir yang mencapai
kebijaksanaan yang utama dan kesempurnaan akhlaq, digunakan sebagai tanda
perhatian Penulis akan hal ini. Semua karya Harun Yahya berkisar pada satu
tujuan: untuk menyampaikan pesan Al-Qur`an kepada manusia, sekaligus mendorong
mereka untuk memikirkan hal-hal yang berkaitan dengankeimanan, seperti
keberadaan Tuhan, kemahatunggalan-Nya, dan hari akhir, dan untuk menunjukkan fondasi
awal dan pemikiran sesat dari sistem-sistem anti-Tuhan. Buku-buku Harun Yahya
dinikmati di berbagai negara, mulai dari India sampai Amerika, dari Inggris
sampai Indonesia, dari Polandia hingga Bosnia, dan dari Spanyol sampai Brazil.
Beberepa bukunya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman,
Italia, Spanyol, Portugis, Urdu, Arab, Albania, Rusia, Serbo-Kroasia (Bosnia),
Polandia, Malaysia, Turki-Uygur, dan Indonesia, dan bukubukunya dinikmati
pembaca di seluruh dunia. Disambut baik di seluruh dunia, karya-karya tersebut
menolong banyak orang dalam menemukan keyakinan mereka akan Tuhan dan sebagian
lainnya mendapatkan wawasan yang mendalam tentang keimanan mereka. Kearifan,
ketulusan, dan gaya penulisan yang mudah dimengerti menjadikan bukubuku ini memiliki
sentuhan lain yang langsung menohok siapa pun yang membaca atau memelajarinya. Terbebas
dari keraguan, karya-karya Harun Yahya memiliki karakter dengan efektivitasnya
yang istimewa, hasil yang pasti, dan dalil yang tak terbantahkan. Tidak mungkin
orang yang pernah membaca dan serius memikirkan buku ini masih membela filsafat
materialisme, ateisme, dan ideology atau filosofi sesat lainnya. Bahkan jika
mereka tetap membelanya, itu hanya karena sentimen mereka, karena buku ini
telah membuktikan kesalahan ideologi-ideologi tersebut dari akarnya. Semua
gerakan kontemporer dari keingkaran tersebut, secara ideologis, kini telah
dikalahkan berkat koleksi buku Harun Yahya. Tak disangsikan lagi bahwa
keistimewaan ini adalah hasil dari kebijaksanaan dan kejelasan Al-Qur`an.
Penulis tentu saja tidak merasa bangga diri; ia berniat semata-mata untuk
membantu pencarian seseorang akan jalan yang benar menuju Tuhan. Bahkan, tak
ada materi yang dimanfaatkan dalam publikasi karya-karya tersebut. Melihat
kenyataan ini, mereka yang mendorong orang lain untuk membaca buku ini, yang membuka
mata hati dan menuntun mereka untuk menjadi hamba Allah yang lebih taat, menyumbangkan
jasa yang tak ternilai.
Sebaliknya, adalah
penyia-nyiaan waktu dan energi untuk mempropagandakan buku-buku lain yang
membingungkan orang lain dan membawa manusia kepada kekacauan ideologi.
Buku-buku demikian jelas tidak memiliki pengaruh yang kuat dan tepat untuk
menghilangkan kegalauan hati manusia, sebagaimana telah dibuktikan oleh
pengalaman yang silam. Tidak mungkin buku-buku yang dibuat untuk menekankan
kemampuan menulis sang penulis—bukan untuk tujuan mulia, yaitu menyelamatkan
manusia dari hilangnya keimanan—akan memberi pengaruh yang besar. Mereka yang meragukan
hal ini dapat melihat satu-satunya tujuan buku-buku Harun Yahya adalah untuk
menghadapi kekafiran dan untuk menyebarkan nilai-nilai moral Al-Qur`an.
Keberhasilan, pengaruh, dan kesungguhan yang telah dicapai oleh karya kami
dimanifestasikan dalam keyakinan para pembaca setelah membaca buku ini. Satu
hal yang harus diingat. Alasan utama berlanjutnya kejahatan, konflik, dan semua
cobaan berat yang dialami kebanyakan orang adalah karena meratanya idologi
kekufuran. Hal-hal tersebut hanya dapat berakhir dengan kalahnya ideologi
kekufuran dan dengan memastikan bahwa setiap orang mengetahui keajaiban ciptaan
dan akhlaq Al-Qur`an, hingga manusia dapat hidup dengannya. Dengan menyadari
kenyataan dunia saat ini, yang menjatuhkan manusia ke dalam perangkap
kejahatan, kekerasan, korupsi, dan konflik, jelaslah bahwa tugas ini harus
dilaksanakan dengan lebih cepat dan efektif. Jika tidak, mungkin akan
terlambat. Tidaklah terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa koleksi buku-buku Harun
Yahya telah mengemban tugas utama ini. Dengan seizin Allah, buku-buku ini akan
menjadi alat untuk mendapatkan kedamaian, keadilan, dan kebahagiaan manusia di
abad ke-21 ini yang telah dijanjikan di dalam Al-Qur`an.
Karya-karya Harun Yahya antara lain:
The Masonic Order, Judaism and
Freemasonry,
Global Freemasonry, Islam Denounces
Terrorism,
Terrorism: The Ritual of Devil,
The Disaster Darwinism Brought to
Humanity,
Communism in Ambush,
Fascism: The Bloody Ideology of
Darwinism,
The ‘Secret Hand’ in Bosnia,
Behind the Scenes of the Holocaust,
Behind the Scenes of Terrorism,
Israel’s Kurdish Card,
The Oppresion Policy of Communist China
and Eastern Turkestan,
Solution: The Values of the Qur`an,
The Winter of Islam and Its Expected
Spring,
Articles 1-2-3, A Weapon of Satan: Romanticism,
Signs From the Chapter of the Cave to
the Last Times,
Signs of the Last Day,
The Last Time and the Beast of the
Earth,
Truths 1-2, The Western World Turns to
God,
The Evolution Deceit,
Precise Answers to Evolutionist,
The Blunders of Evolutionist,
Confesssions of Evolutionist,
The Qur`an Denies Darwinism,
Perished Nations,
For Men of Understanding,
The Prophet Musa, The Prophet Yusuf,
The Prophet Muhammad (saw.),
The Prophet Sulayman,
The Golden Age,
Allah’s Artistry in Colour,
Glory is Everywhere,
The Importance of Evidences od Creation,
The Truth of The Life of This World,
The Nightmare of Disbelief,
Knowing the Truth,
Eternity Has Already Begun,
Timeless and The
Reality of Fate,
Mattere: Another Time for Illusion,
The Little Man in the Tower,
Islam and the Philosophy of Karma,
The Dark Magic of Darwinism,
The Religion of Darwinism,
The Collapse of the
Theory of Evolution in 20 Question,
Allah is Known Through Reason,
The Qur`an Leads the Way to
Science, The Real Origin of Life,
Consciousness in the Cell,
A String of Miracles,
The Creation of the Universe,
Miracles of the Qur`an,
The Design in Nature,
Self-Sacrifice and Intellegent Behaviour
Models in Animals,
The End of Darwinism,
Deep Thingking,
Never Plead Ignorance,
The Green
Miracle: Photosyntesis,
The Miracle in the Cell,
The Miracle in the Eye,
The Miracle in the Spider,
The Miracle in the G nat,
The Miracle in the Cell,
The Miracle in the Ant,
The Miracle of the Immune System,
The Miracle of Creation in Plants,
The Miracle in the Atom,
The Miracle in the Honeybee,
The Miracle of Seed,
The Miracle of Hormone,
The Miracle of the Termite,
The Miracle of Human Body,
The Miracle of Man’s Creation,
The Miracle of Protein,
The Miracle of Smell and Taste,
The Secrets of DNA.
Buku anak-anak yang ditulisnya antara
lain:
Wonders of Allah’s Creation,
The World of Animals,
The Splendour in the Skies,
Wonderful Creatures,
Let’s Learn Our Religion,
The World of Our Little
Friends: The Ants,
Honeybees That Build Perfect Combs,
Skillful Dan Builders: Beavers.
Karya-karya yang bertema Al-Qur`an
antara lain:
The Basic Concepts in the Qur`an,
The Moral Values in the Qur`an1,
Quick Grasp of Faith 1-2-3,
Ever Thought About the Truth?,
Crude Understanding of Disbelief,
Devoted to Allah,
Abandoning the Society of Ignorance,
The Real Home of Believers: Paradise,
Knowledge of the Qur`an,
Qur`an Index,
Emigrating for the Cause of Allah,
The Character of the Hypocrite in the
Qur`an,
The Secrets of the Hypocrite,
The Names of Allah,
Communicating the Message and the
Disputing in the Qur`an,
Answers from the Qur`an,
Death Resurrection Hell,
The Struggle of the Messenger,
The Avowed Enemy of Man: Satan,
The Greatest Slander: Idolatry,
The Religion of the Ignorant,
The Arrogance of Satan,
Prayer in the Qur`an, The
Theory of Evolution,
The Importance of Conscience in the
Qur`an,
The Day of Resurrection,
Never Forget,
The True Wisdom According to the Qur`an,
The Struggle with the Religion of
Irreligion,
The School of Yusuf,
The Alliance of the Good Word,
Why Do You Deceive Yourself ?,
Islam: The Religion of Easy,
Enthusiasm and Excitement in the Qur`an,
Seeing Good in Everything,
How Do the Unwise
Interpret the Qur`an ?,
Some Secrets of the Qur`an,
The Courage of Believers,
Being Hopeful in the Qur`an,
Justice and Tolerance in the Qur`an,
Basic Tenets of Islam,
Those Who Do Not Listen to the Qur`an,
Taking the Qur`an as a Guide,
A Lurking Threat: Heedlessness,
Sincerity in the Qur`an.
1 Telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dengan judul Nilai-Nilai Moral
Al-Qur`an oleh
Senayan Abadi Publishing.
Pendahuluan
Jika Anda dapat berhenti sejenak
kemudian memikirkan tentang kehidupan Anda, Anda akan menyadari bahwa semua
ingatan Anda walaupun mungkin terdiri atas beberapa dekade, akan berarti sebagai
perbincangan beberapa menit saja. Apa yang pernah Anda pikir penting, atau yang
benar-benar Anda kejar, atau yang coba Anda hindari, kini semuanya adalah
bagian dari masa lalu. Apa pun yang mengingatkan kita pada pikiran-pikiran dan
perasaan ini, itu hanyalah kenangan. Bagaimanapun juga, dalam pandangan Allah,
setiap kata yang Anda ucapkan dan setiap pikiran yang terlintas dalam benak
Anda telah diketahui-Nya. Setelah mati, di mana masing-masing manusia telah
ditetapkan waktunya, rekaman setiap tindakan kita akan dibeberkan di hadapan
kita. Yang akan terlihat dari kehidupan kita hanyalah terdiri atas detik demi
detik, tanpa terlewat satu bagian kecil pun. Dalam pandangan Allah, tak ada
rincian hidup kita yang terlupakan. Jika dalam setiap aspek kehidupan, Anda
menghabiskan hidup dengan berserah diri kepada kekuasaan mutlak Allah, menerima
tujuan penciptaan-Nya, kemudian menyadari kebaikan dalam segala hal, serta
sadar akan kesempurnaan dalam setiap rencana Ilahiah yang ditetapkan oleh
Allah, Anda dapat memastikan bahwa hasil akhir Anda akan baik. Hal itu karena
di saat kematiannya, manusia dihadapkan pada dua pilihan. Jika yang satu telah dijalankan
dengan nilai-nilai yang dinyatakan oleh Allah, ia akan mendapatkan keselamatan
abadi. Jika tidak, ia kan menderita kesengsaraan tak berujung. Akhlaq yang
Allah meminta kita untuk melaksanakannya adalah berupa rasa syukur terhadap-Nya
dalam setiap hal, tak peduli bagaimanapun kondisi dan keadaannya. Allah
menginginkan agar kita meyakini bahwa pasti ada kebaikan dalam segala hal yang
menimpa kita dengan menyadari bahwa semua itu berasal dari Allah. Menerima apa
pun yang menimpa kita dan meyakini bahwa ada kebaikan dalam setiap kejadian walaupun
tampaknya merugikan, bahkan malah bersyukur untuk semua itu, bukanlah hal yang
mustahil untuk dilakukan. Ia adalah kebenaran yang disadari melalui pemahaman
akan kebesaran dan keagungan Allah. Seseorang hanya perlu mengenal
Tuhan-Nya—Pencipta alam semesta—dan peristiwa apa pun yang terjadi di dalamnya
serta bersyukur atas semua itu. Sejak pertama kali seseorang membuka matanya di
dunia, Allahlah yang menetapkan setiap peristiwa yang terjadi dalam
kehidupannya. Allahlah Yang Mahakuasa, Mahabijaksana, dan Mahaadil. Semua
diciptakan Allah dalam rangka memenuhi rencana-Nya dan untuk tujuan Ilahiah,
sebagaimana difirmankan Allah dalam
sebuah ayat Al-Qur`an :
“Sesungguhnya, Kami menciptakan segala
sesuatu menurut ukuran.
(al-Qamar: 49)
Dalam cahaya kekuasaan
dan kehebatan Allah yang tiada batasnya, manusia hanyalah makhluk yang lemah.
Tanpa kemurahan dan kasih Allah, ia tidak akan bisa bertahan. Melalui
kemampuannya untuk memahami dan mempertimbangkan, manusia dapat memahami
sesuatu hanya seluas apa yang diizinkan Penciptanya. Adalah sebuah keharusan
bagi kita untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan maksud-maksud
Ilahiah yang telah ditetapkan-Nya. Apa pun yang kita alami dalam hidup ini,
kita harus tetap ingat bahwa Allah adalah Tuhan yang menguasai seluruh alam
semesta dan Dia mengetahui, melihat, dan mendengar apa yang tidak dapat kita
ketahui, lihat, dan dengar; dan bahwa Allah mengetahui sesuatu yang akan
terjadi dan tidak kita sadari. Demikianlah, kita menyadari bahwa Allahlah yang
menyebabkan terjadinya setiap peristiwa sesuai dengan tujuan ilmiah, yaitu
untuk kebaikan kita. Dengan meyakini hal ini, kita akan memiliki pandangan yang
lebih baik. Dengannya, kita merasa bersyukur atas segala yang terjadi pada diri
kita. Dengan kata lain, seseorang akan berupaya untuk melihat kebaikan dalam
segala sesuatu yang didengarnya, dilihatnya, dan menimpanya. Dalam setiap fase
kehidupannya, ia akan memahami kehidupan ini secara benar dan tepat. Ia dapat
membuat keputusan yang benar antara apa-apa
yang ditawarkan kepadanya. Dalam Al`Qur`an digambarkan,
“Sesungguhnya, Kami telah menunjukkan
jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (al-Insaan: 3)
Kehendak manusia dan kehendak Allah
mencapai hasil akhir yang mulia, yakni kehidupan abadi di surga. Tujuan
buku ini adalah untuk menebarkan indahnya cahaya kehidupan dengan menyadari
bahwa ada kebaikan dalam setiap fase waktu dan peristiwa yang dialami
seseorang, serta untuk mengingatkan diri kita akan keberkahan pandangan
hidup ini, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan memaparkan apa-apa
saja yang menghalangi seseorang untuk melihat kebaikan, buku ini dapat menolong
dari “kematian” menuju cara berpikir yang diajarkan oleh Islam. Buku ini
ditulis untuk mendorong seseorang agar mengadaptasi prinsip-prinsip
moral yang dengannya, ia dapat berkata, “Ada kebaikan di dalamnya.”
Tidak hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan hati. Ia menunjukkan kesabaran
dalam menghadapi kesulitan dengan penuh ketundukan dan rasa syukur,
bukan hanya terus-menerus menderita dalam situasi demikian. Mengingatkan
satu sama lain tentang kesempurnaan takdir yang telah dituliskan oleh
Allah adalah ajakan bagi semua kaum mukminin agar menikmati indahnya penyerahan
diri pada kebijaksanaan Allah yang tak terhingga.
Melihat Kebaikan dalam Segala Peristiwa
Sebenarnya, melihat
kebaikan dalam segala hal merupakan ungkapan yang biasa. Dalam kehidupan kita
sehari-hari, orang sering mengatakan, “Pasti ada kebaikan (hikmah) di balik
kejadian ini,” atau, “Ini merupakan berkah dari Allah.” Biasanya, banyak orang
mengucapkan ungkapan-ungkapan tersebut tanpa memahami arti sebenarnya atau
semata-mata hanya mengikuti kebiasaan masyarakat yang tidak ada maknanya. Kebanyakan
mereka gagal memahami arti yang sebenarnya dari ungkapan-ungkapan tersebut atau
bagaimana pemahaman itu dipraktikkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Pada
dasarnya, kebanyakan manusia tidak sadar bahwa ungkapan-ungkapan tersebut tidak
sekadar untuk diucapkan, tetapi mengandung pengertian yang penting dalam
kejadian sehari-hari. Kenyataannya, kemampuan melihat kebaikan dalam setiap
kejadian, apa pun kondisinya—baik yang menyenangkan maupun tidak—merupakan
kualitas moral yang penting, yang timbul dari keyakinan yang tulus akan Allah,
dan pendekatan tentang kehidupan yang disebabkan oleh keimanan. Pada akhirnya,
pemahaman akan kebenaran ini menjadi sangat penting dalam menuntun seseorang
tidak hanya untuk mencapai keberkahan hidup di dunia dan akhirat, tetapi juga
juga untuk menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang tak akan berakhir. Tanda
pemahaman yang benar akan arti iman adalah tidak adanya kekecewaan akan apa pun
yang terjadi dalam kehidupan ini. Sebaliknya, jika seseorang gagal melihat
kebaikan dalam setiap peristiwa yang terjadi dan terperangkap dalam ketakutan,
kekhawatiran, keputusasaan, kesedihan, dan sentimentalisme, ini menunjukkan
kurangnya kemurnian iman. Kebingungan ini harus segera dienyahkan dan
kesenangan yang berasal dari keyakinan yang teguh harus diterima sebagai bagian
hidup yang penting. Orang yang beriman mengetahui bahwa peristiwa yang pada
awalnya terlihat tidak menyenangkan, termasuk hal-hal yang disebabkan oleh
tindakannya yang salah, pada akhirnya akan bermanfaat baginya. Jika ia
menyebutnya sebagai “kemalangan”, “kesialan”, atau “seandainya”, ini hanyalah
untuk menarik pelajaran dari sebuah pengalaman. Dengan kata lain, orang yang
beriman mengetahui bahwa ada kebaikan dalam apa pun yang terjadi. Ia belajar
dari kesalahannya dan mencari cara untuk memperbaikinya. Bagaimanapun juga,
jika ia jatuh dalam kesalahan yang sama, ia ingat bahwa semuanya memiliki
maksud tertentu dan mudah saja memutuskan untuk lebih berhati-hati dalam kesempatan
mendatang. Bahkan jika hal yang sama terjadi puluhan kali lagi, seorang muslim
harus ingat bahwa pada akhirnya peristiwa tersebut adalah untuk kebaikan dan
menjadi hak Allah yang kekal. Kebenaran ini juga dinyatakan secara panjang
lebar oleh Nabi saw.,
“Aku mengagumi seorang mukmin karena
selalu ada kebaikan dalam setiap urusannya. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia
bersyukur (kepada Allah) sehingga di dalamnya ada kebaikan. Jika ditimpa
musibah, ia berserah diri (dan menjalankannya dengan sabar) bahwa di dalamnya
ada kebaikan pula.” (HRMuslim)
Hanya dalam kesadaran bahwa Allah
menciptakan segalanya untuk tujuan yang baik sajalah hati seseorang akan
menemukan kedamaian. Adalah sebuah keberkahan yang besar bagi orang-orang beriman
bila ia memiliki pemahaman akan kenyataan ini. Seseorang yang jauh dari Islam
akan menderita dalam kesengsaraan yang berkelanjutan. Ia terus-menerus hidup
dalam ketakutan dan kekhawatiran. Di sisi lain, orang beriman menyadari dan
menghargai kenyataan bahwa ada tujuantujuan Ilahiah di balik ciptaan dan
kehendak Allah. Karena itu, adalah memalukan bagi orang beriman bila ia
ragu-ragu dan ketakutan terus-menerus karena selalu mengharapkan kebaikan dan
kejahatan. Ketidaktahuan terhadap kebenaran yang jelas dan sederhana,
kekurangtelitian, dan kemalasan hanya akan mengakibatkan kesengsaraan di dunia
dan di akhirat. Kita harus ingat bahwa takdir yang ditentukan Allah adalah
benar-benar sempurna. Jika seseorang menyadari adanya kebaikan dalam setiap
hal, dia hanya akan menemukan karunia dan maksud Ilahiah yang tersembunyi di
dalam semua kejadian rumit yang saling berhubungan. Walau ia mungkin memiliki
banyak hal yang mesti diperhatikannya setiap hari, seseorang yang memiliki iman
yang kuat—yang dituntun oleh kearifan dan hati nurani—tidak akan membiarkan
dirinya dihasut oleh tipu muslihat setan. Tak peduli bagaimanapun, kapan pun,
atau di mana pun peristiwa itu terjadi, ia tidak akan pernah lupa bahwa pasti
ada kebaikan di baliknya. Walaupun ia mungkin tidak segera menemukan kebaikan
tersebut, apa yang benar-benar penting baginya adalah agar ia menyadari adanya tujuan
akhir dari Allah. Berkaitan dengan sifat terburu-buru manusia, mereka
kadang-kadang tidak cukup sabar untuk melihat kebaikan yang ada di dalam
peristiwa yang menimpa mereka. Sebaliknya, mereka menjadi lebih agresif dan
nekat dalam mengejar sesuatu walaupun hal tersebut sangat bertentangan dengan kepentingan
yang lebih baik. Di dalam Al-Qur`an, hal ini disebutkan,
“Dan manusia mendo’a untuk kejahatan
sebagaimana ia mendo’a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat
tergesa-gesa.” (al-Israa`: 11)
Meski demikian, seorang hamba harus
berusaha melihat kebaikan dan maksud Ilahiah dalam etiap kejadian yang
disodorkan Allah di depan mereka, bukannya memaksa untuk diperbudak oleh apa yang
menurutnya menyenangkan dan tidak sabar untuk mendapatkan hal itu. Walau
seseorang berusaha untuk mendapatkan status finansial yang lebih baik,
perubahan itu mungkin tidak pernah terwujud. Tidaklah benar jika seseorang
menganggap suatu kondisi itu merugikan. Tentu saja seseorang boleh berdo’a
kepada Allah untuk mendapatkan kekayaan jika kekayaan itu digunakan di jalan
Allah. Bagaimanapun juga, ia harus mengetahui bahwa jika keinginannya itu tidak
dikabulkan Allah, itu disebabkan alasan tertentu. Mungkin saja bertambahnya kekayaan
sebelum matangnya kualitas spiritual seseorang dapat mengubahnya menjadi orang
yang gampang diperdaya oleh setan. Banyak alasan Ilahiah lainnya—di antaranya
tidak langsung disadari atau hanya akan terlihat di akhirat—dapat mendasari
terjadinya sebuah peristiwa. Seorang usahawan, misalnya, bisa saja tertinggal
sebuah pertemuan yang akan menjadi pijakan penting dalam kariernya. Akan
tetapi, jika saja pergi ke pertemuan itu, ia bisa tertimpa kecelakaan lalu
lintas, atau jika pertemuannya diadakan di kota lain, pesawat yang
ditumpanginya bisa saja jatuh. Tak ada seorang pun yang kebal terhadap segala
peristiwa. Biasakanlah untuk melihat bahwa pada akhirnya ada suatu kebaikan
dalam sebuah peristiwa yang pada awalnya terlihat merugikan. Meski demikian,
seseorang perlu ingat bahwa ia tidak akan selalu dapat mengetahui maksud sebuah
peristiwa adalah sesuatu yang merugikan. Ini karena, sebagaimana telah kami
sebutkan sebelumnya, kita tidak selalu beruntung dapat melihat sisi positif
yang muncul. Mungkin juga Allah hanya akan menunjukkan maksud keilahian-Nya di
akhirat nanti. Karena alasan itulah, yang harus dilakukan oleh orang yang ingin
menyerahkannya pada takdir Allah dan memberikan kepercayaannya kepada Allah
adalah menerima setiap kejadian itu—apa pun namanya—dengan keinginan untuk
mencari tahu bahwa pastilah ada kebaikan di dalamnya dan kemudian menerimanya
dengan senang hati. Harus disebutkan juga bahwa melihat kebaikan dalam segala
hal bukan berarti mengabaikan kenyataan dari peristiwa-peristiwa tersebut dan
berpura-pura bahwa hal itu tidak pernah terjadi, atau mungkin menjadi sangat
idealis. Sebaliknya, orang beriman bertanggung jawab untuk mengambil tindakan
yang tepat dan mencoba semua cara yang dianggap perlu untuk memecahkan masalah.
Kepasrahan orang yang beriman tidak boleh dicampuradukkan dengan cara orang
lain, yang karena pemahaman yang tidak sempurna tentang hal ini, mereka tetap
saja tidak acuh terhadap apa pun yang terjadi di sekitar mereka dan optimis
tetapi tidak realistis. Mereka tidak bisa membuat keputusan yang rasional
ataupun menjalankan keputusan tersebut. Ini dikarenakan yang ada pada mereka
adalah optimistis yang melenakan dan kekanak-kanakan, bukan mencari pemecahan
masalah. Sebagai contoh, ketika seseorang didiagnosis menderita penyakit yang
serius, keadaannya saat itu mungkin paling parah sampai pada titik fatal yang
diabaikannya selama masa pengobatan. Contoh lainnya, jika seseorang tidak
menyadari pentingnya mengamankan harta bendanya, walau ia pernah mengalami
pencurian, besar kemungkinan akan menjadi korban lagi dari kejadian serupa itu.
Pastilah cara-cara tersebut jauh dari sikap menaruh kepercayaan kepada Allah
dan dari “melihat kebaikan dalam segala hal”. Pada hakikatnya, sikap tersebut
berarti ceroboh. Kebalikannya, orang yang beriman harus berusaha mengendalikan
situasi sepenuhnya. Pada dasarnya, sikap yang menuntun diri mereka ini adalah
suatu bentuk “penghambaan”, karena ketika mereka terlibat dalam situasi
tersebut, pikiran mereka dikuasai oleh ingatan akan kenyataan bahwa Allahlah
yang membuat peristiwa itu terjadi.
Di dalam Al-Qur`an,
Allah menghubungkan kisah para nabi dan orang beriman sebagai contoh bagi
mereka yang sadar akan hal ini. Inilah yang harus diteladani oleh seorang
mukmin. Sebagai contoh, sikap yang merupakan respons Nabi Huud terhadap kaumnya
menunjukkan penyerahan total dan rasa percayanya yang kokoh kepada Allah,
walaupun ia mendapatkan perlakuan yang buruk.
“Kaum ‘Aad berkata, ‘Wahai Huud, kamu
tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata,
dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu,
dan kami sekali-kali tidak akan memercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan
bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.’ Huud
menjawab, ‘Sesungguhnya, aku menjadikan Allah sebagai saksiku dan
saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari
apa yang kamu persekutukan dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu
semuanya terhadapku dan janganlah kamu member tangguh kepadaku.
Sesungguhnya, aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada
suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya.
Sesungguhnya, Tuhanku di atas jalan yang lurus.’ Jika kamu berpaling,
maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku
diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti
(kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat
mudharat kepada-Nya sedikit pun. Sesungguhnya, Tuhanku adalah Maha Pemelihara
segala sesuatu.” (Huud: 53-57) Bagaimana Orang Bodoh Melihat Sebuah
Peristiwa
Secara umum, manusia
cenderung memisahkan peristiwa yang terjadi dalam istilah “baik” dan “buruk”.
Pemisahan tersebut sering bergantung pada kebiasaan atau tendensi peristiwa itu
sendiri. Reaksi mereka terhadap peristiwa tersebut berubah-ubah tergantung pada
kepelikan dan bentuk kejadian tersebut; bahkan apa yang akhirnya akan mereka
rasakan dan alami biasanya ditentukan oleh kebiasaan sosial masyarakat. Hampir
semua orang memiliki sisa-sisa mimpi masa kecil, bahkan dalam hidup mereka selanjutnya,
walaupun rencana-rencana ini tidak selalu terjadi sesuai dengan apa yang
diharapkan atau direncanakan. Kita selalu cenderung kepada kejadian-kejadian
yang tidak diharapkan dalam hidup. Peristiwa tersebut dapat sekejap saja
melemparkan hidup kita ke dalam kekacauan. Ketika seseorang berniat untuk
menjalankan hidupnya dengan normal, ia mungkin berhadapan dengan rangkaian perubahan
yang pada awalnya terlihat negatif. Seseorang yang sehat bisa dengan tiba-tiba
terserang penyakit yang fatal atau kehilangan kemampuan fisik karena
kecelakaan. Sekali lagi, seseorang yang kaya bisa saja kehilangan seluruh
kekayaannya dengan tiba-tiba. Hidup seperti menaiki roller-coaster.
Reaksi orang berbeda-beda ketika menaikinya. Jika kejadian yang muncul
menyenangkan, reaksi mereka baik-baik saja. Akan tetapi, ketika dihadapkan pada
hal-hal yang tidak diharapkan, mereka cenderung kecewa, bahkan marah. Kemarahan
mereka itu bisa memuncak, bergantung pada sejauh mana mereka berhubungan dengan
peristiwa tersebut dan pencapaian mereka dalam masalah ini. Kencenderungan ini
biasa terjadi dalam masyarakat yang tenggelam dalam kebodohan. Ada juga di
antara mereka yang saat kecewa berkata, “Pasti ada kebaikan di dalamnya.” Bagaimanapun
juga, kalimat yang diucapkan tanpa memahami arti sebenarnya hanya semata-mata kebiasaan
masyarakat saja. Masih ada sebagian orang yang memiliki keinginan untuk
memikirkan maksud Ilahiah dalam setiap peristiwa, apakah yang mungkin terdapat
dalam kejadian-kejadian yang sepele. Akan tetapi, ketika mereka dihadapkan pada
peristiwa yang lebih besar, yang sangat mengganggu, tiba-tiba mereka melupakan
niat tersebut. Sebagai contoh, seseorang mungkin tidak akan tertekan saat mesin
mobilnya rusak tepat ketika ia harus berangkat ke kantor dan ia berusaha
berprasangka baik terhadap kejadian tersebut. Akan tetapi, jika keterlambatannya
itu membuat bosnya marah atau menjadi alasan hilangnya pekerjaan, ia lalu mencari-cari
alasan untuk mengeluh. Dia mungkin akan bersikap sama jika kehilangan perhiasan
atau jam mahal. Contoh-contoh ini menunjukkan kepada kita bahwa ada beberapa kejadian
kecil yang menyebabkan orang bereaksi dengan wajar atau mereka mau berbaik
sangka bahwa hal tersebut mengandung kebaikan. Akan tetapi, contoh-contoh
lainnya yang tidak biasa dapat membuatnya mencari pembenaran atas keangkuhan
dan kemarahan mereka. Di sisi lain, sebagian orang hanya menghibur diri dengan
berpikir demikian tanpa memiliki pegangan makna yang benar terhadap “melihat
kebaikan dalam segala hal”. Dengan sikap demikian, mereka percaya bahwa hal
tersebut dapat menjadi cara untuk menciptakan kenyamanan bagi mereka yang
tengah tertimpa masalah. Misalnya yang terjadi pada anggota keluarga yang
bisnisnya tengah berantakan atau seorang teman yang gagal dalam ujian. Bagaimanapun
juga, jika kepentingan merekalah yang dipertaruhkan dan mereka terlihat tak
sedikit pun memikirkan kebaikan apa yang ada di balik peristiwa tersebut,
mereka telah berlaku bodoh. Kegagalan untuk melihat kebaikan dalam peristiwa
yang dialami seseorang muncul dari hilangnya keimanan seseorang. Kegagalannya
untuk memahami bahwa Allahlah yang menakdirkan setiap kejadian dalam kehidupan
seseorang, bahwa hidup di dunia ini tidak lain hanyalah ujian, inilah yang
menghalangi dirinya untuk menyadari kebaikan apa pun dalam setiap peristiwa
yang terjadi padanya. Dalam bab berikut, kita akan menggali ide itu, yaitu
memiliki keyakinan bahwa ada kebaikan dalam apa pun yang terjadi pada kita dan
faktor-faktor tersebut penting sekali untuk kita lihat.
Bagaimana Melihat Kebaikan
dalam Segala Hal yang Terjadi
Menyadari bahwa
Allahlah yang Telah Menakdirkan Semua Hal dalam Setiap Detailnya Kebanyakan
orang merasa senang saat segala sesuatu terjadi sesuai dengan keinginannya.
Akan tetapi, orang beriman tidak boleh cenderung kepada perasaan seperti itu.
Di dalam Al-Qur`an, Allah memberikan kabar gembira bahwa Dia telah menentukan
setiap peristiwa demi kebaikan hamba-Nya dan hal tersebut tidaklah menimbulkan
rasa sedih ataupun masalah bagi mereka yang benar-benar beriman. Seseorang yang
menyadari kebenaran ini di dalam hatinya akan merasa senang terhadap apa yang dihadapinya
dan ia melihat karunia yang tersimpan di balik apa yang terjadi. Banyak orang
bahkan tidak ingin repot-repot berpikir bagaimana dan mengapa mereka ada di dunia
ini. Walaupun kata hati akan menuntun mereka untuk menyadari bahwa keajaiban
dunia dan penataannya yang sempurna ini memiliki pencipta, cinta yang luar
biasa banyaknya yang dirasakan di dunia ini, keengganan mereka untuk melihat
kebenaran, membawa mereka pada pengingkaran terhadap realitas keberadaan Allah.
Mereka mengabaikan fakta bahwa setiap kejadian dalam hidupnya ditentukan sesuai
dengan rencana dan tujuan tertentu; mereka malah menghubungkannya dengan ide
yang sungguh-sungguh salah, yakni hanya sebatas kebetulan atau keberuntungan.
Bagaimanapun juga, ini hanyalah sebuah pandangan yang menghalangi seseorang
untuk melihat kebaikan dalam peristiwaperistiwa yang terjadi dan kemudian
menarik pelajaran dari peristiwa tersebut. Ada pula mereka yang sadar akan
eksistensi Allah dan mengerti bahwa Dialah yang telah menciptakan seluruh alam.
Mereka mengakui fakta bahwa Allahlah yang menurunkan hujan dan meninggikan
matahari. Mereka menyadari bahwa tidak mungkin ada zat lain yang melakukan
semua itu. Saat terjadi peristiwa dalam jenak kehidupan mereka—detail kecil
yang membentuk bagian kesibukan sehari-hari—mereka tidak dapat berpikir bahwa
mereka terlepas dari Allah. Meskipun demikian, Allahlah yang menakdirkan
seorang pencuri memasuki rumah di malam hari, sebuah rintangan yang menyebabkan
seseorang terjatuh, sebuah lahan subur untuk ditanami atau dibiarkan gersang,
jual beli yang menguntungkan, bahkan panci yang gosong sekalipun. Setiap
peristiwa terjadi dengan kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas untuk
menyelesaikan rencana-Nya yang agung. Sepercik lumpur yang mengotori celana
kita, bocornya ban mobil, jerawat yang muncul, penyakit, atau kejadian yang
tidak diharapkan lainnya. Semuanya terbentuk dalam kehidupan seseorang sesuai
dengan rencana tertentu. Sejak seseorang membuka matanya, tak ada satu pun yang
dialaminya di dunia ini terjadi dengan sendirinya dan terlepas dari Allah.
Segala yang ada secara keseluruhan diciptakan oleh Allah, satusatunya zat yang
memegang kendali alam semesta. Ciptaan Allah bersifat sempurna, tanpa cacat,
dan sarat dengan tujuan. Ini adalah takdir yang diciptakan oleh Allah.
Seseorang tidak boleh mengotakngotakkan peristiwa yang terjadi dengan menamai
kebaikan pada sebuah peristiwa dan kejahatan pada peristiwa yang lain. Apa yang
menjadi kewajiban seseorang adalah menyadari dan menghargai kesempurnaan dalam
setiap peristiwa. Kita harus percaya bahwa ada kebaikan dalam setiap
ketetapan-Nya serta tetap menyadari kenyataan bahwa kebijaksanaan Allah yang
tak terbatas ini telah direncanakan untuk sebuah hasil akhir yang paling
sempurna. Bahkan mereka yang percaya dan mencari kebaikan dalam segala
peristiwa yang menimpa mereka, baik di dunia ini maupun akhirat nanti, mereka
akan menjadi bagian dari kebaikan yang abadi. Hampir di setiap halaman
Al-Qur`an, Allah meminta kita untuk memerhatikan hal tersebut. Inilah sebabnya
mengapa ketidakmampuan dalam mengingat bahwa segalanya berjalan sesuai dengan
takdir itu menjadi sebuah kegagalan yang mengerikan bagi seorang mukmin. Takdir
yang dituliskan oleh Allah begitu unik dan dilewati oleh seseorang benar-benar
sesuai dengan apa yang telah Allah tetapkan. Orang awam menganggap kepercayaan
akan takdir semata-mata hanya merupakan cara untuk “menghibur diri” di saat
tertimpa kemalangan. Sebaliknya, seorang mukmin memiliki pemahaman yang benar
akan takdir. Ia sepenuhnya menganggap bahwa takdir adalah sebuah rencana Allah
yang sempurna yang telah dirancang khusus untuk dirinya. Takdir adalah rencana
tanpa cacat yang dibuat untuk mempersiapkan seseorang untuk sebuah kenikmatan
surga. Takdir penuh dengan keberkahan dan maksud Ilahiah. Setiap kesulitan yang
dihadapi seorang mukmin di dunia ini akan menjadi sumber kebahagiaan,
kesenangan, dan kedamaian yang tak terbatas di kemudian hari.
“Sesungguhnya, setelah kesulitan itu ada
kemudahan.” (al-Insyirah: 5)
Ayat ini menarik kita pada kenyataan
bahwa di dalam takdir seseorang, kesabaran dan semangat yang ditunjukkan oleh
seorang mukmin, telah dituliskan sebelumnya bersama-sama dengan balasannya masing-masing
di akhirat. Sekali waktu mungkin terjadi dalam jenak kehidupan, seorang mukmin
menjadi marah atau khawatir akan terjadinya hal-hal tertentu. Penyebab utama dari
kemarahan yang ia rasakan adalah karena ia lupa bahwa semua itu merupakan
bagian dari takdirnya dan bahwa takdirnya itu telah diciptakan oleh Allah hanya
untuk dirinya sendiri. Walaupun demikian, ia akan merasa nyaman dan tenang
ketika ia diingatkan akan tujuan ciptaan Allah. Karena itulah, seorang mukmin
harus belajar untuk terus mengingat bahwa segalanya telah ditetapkan
sebelumnya. Ia harus mengingatkan orang lain akan hal ini. Ia harus bersabar
saat menghadapi peristiwa-peristiwa yang Allah telah takdirkan untuknya dengan
memberikan rasa percayanya kepada Allah dalam jarak waktu yang tak terbatas.
Tak lupa, ia harus berusaha menemukan alasan-alasan di balik semua peristiwa
tersebut. Jika ia berusaha memahami alasan-alasan ini, dengan seizin Allah, ia
akhirnya akan berhasil. Bahkan walaupun ia tidak selalu berhasil menemukan
maksud di baliknya, ia masih tetap yakin bahwa ketika sesuatu terjadi, pastilah
semua itu demi kebaikan dan maksud tertentu. Memahami sepenuhnya bahwa setiap
makhluk, hidup ataupun tidak, diciptakan dalam kepatuhannya pada takdir. Takdir
adalah pengetahuan sempurna Allah atas semua peristiwa di masa lalu dan masa
depan, laksana satu waktu saja. Ini menunjukkan kekuasaan mutlak Allah atas
semua makhluk dan semua peristiwa. Manusia bisa saja berhati-hati agar tidak
mengalami suatu peristiwa yang buruk, tetapi Allah mengetahui semua peristiwa
sebelum hal itu terjadi. Bagi Allah, masa lalu dan masa depan adalah satu. Semua
itu sama-sama berada dalam pengetahuan Allah karena Dialah yang menciptakannya.
“Sesungguhnya, Kami menciptakan segala
sesuatu menurut ukuran.” (al-Qamar: 49)
Ayat tersebut menyatakan bahwa segala
yang ada di dunia adalah bagian dari takdir. Kebanyakan orang tidak sempat
memikirkan takdir. Karena itu, mereka gagal menyadari bahwa hanya kekuatan Allah
yang tak terbataslah yang akan eksis di balik keteraturan yang sempurna ini.
Sebagian orang menganggap bahwa takdir hanya berlaku pada manusia.
Kenyataannya, semua yang ada di alam semesta, mulai dari furnitur di rumah Anda
sampai sebuah batu di jalan, rumput kering, buah, atau selai di rak
supermarket, semua itu adalah bagian dari takdir yang telah ditetapkan
sebelumnya oleh Allah. Takdir semua benda dan makhluk yang diciptakan telah
ditentukan dalam kebijaksanaan Allah yang tak terhingga. Setiap peristiwa yang
dilihat seseorang, setiap suara yang didengarnya, merupakan bagian hidup yang
telah diciptakan untuknya sebagai sebuah kesatuan. Tak ada bunga yang mekar dan
layu dengan kebetulan. Tak ada manusia yang lahir dan mati secara kebetulan.
Tak ada manusia yang sakit tanpa sengaja dan tidaklah penyakitnya itu bertambah
tanpa ada yang mengendalikan. Dalam setiap kejadian, peristiwa ini khusus
ditakdirkan oleh Allah sejak saat pertama kita diciptakan. Apa pun yang ada di muka
bumi, di dalam lautan, atau jatuhnya sehelai daun, semua terjadi dalam rangka
memenuhi takdir. Sebagaimana dinyatakan,
“Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci
semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia
mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang
gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun
dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis
dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (al-An’aam: 59)
Rasulullah Muhammad saw. pun bersabda
bahwa tindakan setiap orang telah ditakdirkan oleh Allah, “Allah Yang
Mahaagung dan Mahamulia telah menetapkan bagi setiap hamba di antara
ciptaan-Nya empat hal: kematiannya, tindakannya, tempat tinggal dan tempat ia
berpindah, serta makanannya.” (HR Tirmidzi)
Akan tetapi, biasanya manusia tidak
sadar akan kenyataan bahwa setiap detik waktu mereka telah ditakdirkan oleh
Allah. Sebagian mereka tidak pernah menyadari bagaimana mereka diciptakan atau bagaimana
mereka mendapatkan karunia yang mereka nikmati. Sebagian lainnya menganggap
bahwa semua itu hanyalah kebetulan yang tak berarti, walaupun mereka mengetahui
bahwa Allahlah yang menciptakan kehidupan dan kematian. Di dalam Al-Qur`an,
Allah menyatakan kepada kita bahwa hal-hal kecil pun telah ditakdirkan oleh
kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas dan semua itu berkaitan dengan
tujuan-tujuan Ilahiah.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di
bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab
(Lauh Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya, yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.”
(al-Hadiid: 22)
Setiap manusia harus
memahami kenyataan ini. Hal ini karena takdir bagi segala sesuatu di alam semesta
telah diketahui oleh Allah Yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana. Karena itu,
setiap hal kecil telah direncanakan oleh Allah dengan sempurna dan memiliki
tujuan-tujuan tertentu. Segalanya dibuat dengan teratur sebagaimana dinyatakan
oleh Nabi Muhammad saw.. Orang yang memiliki kesadaran penuh akan kenyataan takdir
akan mendapatkan manfaat dengan perasaan gembiranya akan setiap jenak waktu
dalam kehidupannya, yaitu saat-saat yang baik dan saat-saat yang terlihat buruk.
Alasan mengapa hamba-Nya berhasil menyadari hal itu adalah karena Allah telah
menciptakan takdir mereka tanpa cacat. Mereka akan mengetahui bahwa menganggap
sesuatu sebagai sebuah kemalangan adalah suatu kebodohan. Ini karena sesuatu yang
dianggap kemalangan itu memiliki maksud-maksud tertentu dari Allah. Pemahaman
yang mendalam tentang takdir membuat mereka mampu melihat keberkahan yang
terkandung dalam segala hal. Menganggap bahwa apa yang terjadi bukanlah karena
Allah melainkan karena seseorang atau sesuatu, berarti kita tidak mampu
memahami takdir. Segala sesuatu yang kita anggap seharusnya tidak terjadi
demikian, pada hakikatnya merupakan “pelajaran takdir”. Manusia harus sepenuh
hati menanamkan dalam dirinya bahwa ada kebaikan dan maksud-maksud Ilahiah
dalam setiap kejadian. Orang cenderung menganggap peristiwa yang tidak
menyenangkan sebagai sebuah “kemalangan”. Bagaimanapun juga, tetap ada kebaikan
dan maksud-maksud tertentu dalam apa yang acapkali dianggap sebagai sebuah
“kemalangan”. Kejadian tersebut dianggap sebagai “kemalangan” karena kita menilainya
demikian. Pada kenyataannya, hal itu adalah sebuah kemungkinan yang lebih baik
karena ia adalah sesuatu yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah. Jika
Allah telah menunjukkan kebaikan dan maksud sebuah kejadian yang merugikan,
atau sebuah kesulitan yang menekan dan membuat kita gusar kita akan mengerti
betapa tidak berartinya kekecewaan kita. Dengan mengenali berkah dalam segala
hal, seorang mukmin akan merasakan kesenangan, bukan tekanan. Karena itulah,
kewajibannyalah untuk mencari dan mengidentifikasi kebaikan dan manfaat takdir
yang terjadi, yakni bahwa dalam peristiwa yang terjadi tersimpan maksud Allah.
Ia akan merasa senang dan menghargai manfaat mengetahui takdir. Mengetahui
bahwa Ada Keburukan dalam Peristiwa yang Tampaknya Baik dan Ada Kebaikan dalam
Peristiwa yang Tampaknya Buruk Dalam bab sebelum ini, kita diyakinkan bahwa
Allah Yang Mahabijaksana menciptakan setiap peristiwa dalam rangka
menyempurnakan sebuah rencana. Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa hanya Allahlah
yang mengetahui peristiwa-peristiwa yang baik dan yang buruk. Ini disebabkan kebijaksanaan
Allah tidaklah terbatas, sedangkan pengetahuan manusia terbatas. Manusia hanya
bisa melihat tampilan luar suatu peristiwa dan hanya mampu bersandar pada
penglihatan yang terbatas dalam menilainya. Informasi dan pemahaman mereka yang
tidak mencukupi—dalam beberapa kasus—dapat membuat mereka tidak menyukai
sesuatu, padahal itu baik untuknya, dan mereka bisa saja mencintai sesuatu, padahal
itu merupakan sebuah keburukan. Untuk dapat melihat kebaikan itu, seorang
mukmin harus menyerahkan rasa percayanya kepada kebijaksanaan Allah yang tak
terbatas dan percaya bahwa ada kebaikan dalam segala hal yang terjadi. Allah
berfirman,
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal
berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi
kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui.” (al-Baqarah: 216)
Di sinilah, Allah mengatakan kepada kita
bahwa suatu peristiwa yang dianggap baik oleh seseorang dapat mengakibatkan
kekecewaan, baik di dunia ini maupun di akhirat. Begitu juga sesuatu yang ingin
benar-benar dihindarkan—karena diyakini merugikan—mungkin dapat menyebabkan kebahagiaan
dan kedamaian baginya. Nilai hakiki peristiwa apa pun adalah pengetahuan mutlak
Allah. Segala hal, apakah rupa yang buruk ataukah rupawan, ada sesuai kehendak
Allah. Kita hanya menjalani apa yang Allah inginkan untuk kita. Allah
mengingatkan kita tentang hal ini,
“Jika Allah menimpakan sesuatu
kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia.
Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak
karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di
antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yunus:
107)
Maka dari itu, apa pun yang kita alami
dalam kehidupan ini, apakah itu terlihat baik ataupun buruk, semuanya adalah
baik karena hal itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kita.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, zat yang menetapkan akibat suatu
peristiwa bukanlah seorang manusia yang terbatas oleh ruang dan waktu,
melainkan Allah, Zat yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, Yang menciptakan
manusia, juga ruang dan waktu. (Informasi selajutnya, silakan baca buku Ketiadaan
Waktu dan Realitas Takdir karya Harun Yahya)
Bagi Orang Mukmin, Ada Kebaikan dalam
Segala Hal
Setiap orang mengalami
saat-saat sulit dalam kehidupannya. Kesulitan ini membuat frustasi, stres, atau
menjengkelkan kebanyakan orang yang hidupnya jauh dari moralitas yang
ditentukan dalam Al-Qur`an. Karena itu, mereka dengan mudah merasa gelisah,
tegang, dan marah. Karena mereka tidak memiliki keyakinan akan kesempurnaan
yang melekat pada takdir yang ditetapkan oleh Allah, mereka tidak mencari
keberkahan atau kebaikan yang ada di dalam peristiwa yang mereka alami. Bahkan,
karena mereka tidak memiliki keyakinan, setiap detik yang mereka habiskan
tampaknya menjadi berseberangan dengan apa yang mereka inginkan. Dengan
demikian, mereka menjalani sisa hidupnya dengan beban masalah dan tekanan. Seorang
mukmin mengetahui bahwa kesulitan-kesulitan diberikan Allah untuk menguji
manusia. Mereka tahu bahwa kesulitan tersebut dibuat untuk membedakan antara
mereka yang benar-benar beriman dan
mereka yang memiliki penyakit di hatinya, yaitu mereka yang tidak tulus dalam
meyakini keimanan mereka. Di dalam Al-Qur`an, Allah menjelaskan bahwa Dia akan
menguji seorang mukmin untuk melihat siapakah yang benar-benar dalam
keimanannya.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan
masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di
antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 142)
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan
orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia
menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin)....”(al-Baqarah: 179)
Lebih lanjut, Allah memberikan contoh
kepada umat-Nya dengan mengambil setting di masa kenabian Rasulullah,
“Dan apa yang menimpa kamu pada hari
bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah,
dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman, dan supaya Allah
mengetahui siapa orang-orang yang munafik....” (Ali Imran: 166-167)
Ayat di atas sudah jelas. Di masa Nabi
Muhammad saw., kaum muslimin menghadapi kesulitan dan ujian penderitaan.
Sebagaimana ditunjukkan di dalam ayat di atas, apa yang dijalani oleh kaum muslimin
adalah kehendak Allah. Semua itu terjadi untuk melihat manakah orang-orang
munafik yang mencoba menjatuhkan orang-orang yang beriman. Demikianlah, pada
akhirnya, semua itu menjadi kebaikan bagi kaum mukminin. Kaum muslim yang mengetahui pelajaran yang
dinyatakan dalam ayat ini menganggap sebuah kesempatan di mana keikhlasan,
kesetiaan, dan keimanan mereka kepada Tuhannya adalah ujian. Mereka tidak
pernah lupa bahwa kesulitan atau keberkahan datang untuk menguji mereka. Karena
kemuliaan dan kepatuhan mereka kepada-Nya, Allah mengubah apa yang tampaknya
buruk menjadi hal-hal yang menguntungkan bagi hamba-Nya yang sejati. Dalam
halaman-halaman berikut, kita akan membicarakan kesulitan yang mungkin dihadapi
seorang mukmin dan ujian-ujian khas dunia ini. Tujuannya untuk mengingatkan
orang-orang beriman akan keberkahan yang tersembunyi dan balasan yang diberikan
secara berangsur-angsur kepada mereka, baik di dunia maupun di akhirat.
Allah
Menguji Manusia dengan Hilangnya Harta Benda
Kebanyakan manusia
bertujuan menumpuk kekayaan sebanyak mungkin dalam hidupnya. Untuk tujuan ini,
mereka melakukan apa pun, bahkan dengan cara yang haram dan tidak sah.
Pandangan manusia manusia terhadap harta kepemilikan dijelaskan di dalam
Al-Qur`an sebagai cinta karena perhiasan hidup di dunia.
“Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allahlah
tempat kembali yang baik (surga).” (Ali Imran: 14)
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan
kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik
pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (al-Kahfi:
46)
Dalam ayat lain, Allah menunjuk sebagian
orang dengan mengatakan,
“Dan kamu mencintai harta benda dengan
kecintaan yang berlebihan.” (al-Fajr: 20)
Dari ayat tersebut, kita dapat memahami
bahwa orang yang bodoh sangat membutuhkan harta kekayaan karena ia adalah salah
satu ukuran status sosial yang paling utama yang nilainya tidak
didasarkan oleh agama. Dalam masyarakat yang kacau ini, orang memuja,
menghormati, dan menjunjung tinggi kekayaan. Dengan mencapai kekayaan
tertentu, seseorang merasa bahwa ia memegang kekuasaan yang besar. Karena itu, dalam
hal ini, mencapai kekayaan menjadi tujuan utamanya dalam hidup. Hasrat
menggebu akan harta kekayaan juga membawa manusia kepada ketakutan sepanjang
hidup akan hilangnya harta. Mereka yang memiliki pandangan demikian biasanya
menjadi putus asa saat kehilangan harta kekayaan, lalu mereka menjadi
pemberontak terhadap Tuhannya. Menjadi orang yang benar-benar bodoh itu
hanyalah sebuah ujian, mereka benar-benar kewalahan karena kehilangan kekayaan.
Bagaimanapun juga, Allah telah
memerintahkan manusia,
“Jangan
berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.”
(al-Hadiid: 23)
Ia memerintahkan manusia untuk hidup
sederhana dan menyerap akhlaq-akhlaq yang baik. Berputus asa atas hilangnya
kekayaan dan bersukacita dalam kekayaan adalah tanda tidak bersyukur kepada
Allah. Di bawah pengaruh pandangan tersebut, sebagian masyarakat yang bodoh
menganggap bolehboleh saja merasa kecewa akan hilangnya harta kekayaan.
Sebagai contoh, kenyamanan ekonomi yang dinikmati
dari kekayaan yang didapat dari usaha keras kita bisa saja lenyap dengan
tiba-tiba karena bencana alam; atau, kebakaran dapat menghancurkan sebuah rumah
dalam sekejap mata saja, padahal rumah bagus itu didapatkan setelah menabung bertahun-tahun.
Pada dasarnya, seseorang yang tidak menyadari fitrah hidupnya akan merasa kebingungan
saat ia mengalami kehilangan yang berarti. Ia menjadi lelah karena keputusasaan
dan pemberontakannya terhadap Allah. Hal-hal yang jauh dari akhlaq Al-Qur`an
tidak akan berhasil selamanya, bahkan untuk mengetahui bahwa hilangnya kekayaan
bisa saja memiliki tujuan yang baik atau berakibat positif. Hal ini karena
pandangan dan ketidakmampuannya untuk memercayai Allah menjadikan dirinya
terbebani secara emosional akibat tekanan ekonomi Bagaimanapun juga, perubahan kondisi ekonomi
ini dapat segera memberikan manfaat. Sebagai contoh, mungkin ada baiknya
kecelakaan terjadi pada mobil seseorang karena bisa jadi Allah melindungi
pengendaranya dari kecelakaan yang lebih fatal lagi. Seorang yang hati-hati
akan melihat kecelakaan tersebut sebagai peringatan, kemudian ia memohon ampun
serta menerima takdir yang telah ditetapkan
Allah untuknya.
Bisa Jadi Kamu Mencintai Sesuatu walaupun
Itu Buruk Bagimu
Seperti yang telah
dikatakan di bahasan awal, Allah menyatakan dalam surat al-Baqarah ayat 216. bahwa
keadaan tertentu yang bagi kita tampaknya buruk bisa saja menjadi baik. Begitu
pula, seperti yang ditunjukkan ayat tersebut, Allah pun menyatakan bahwa apa
yang dicintai seseorang adalah buruk baginya. Di dalam Al-Qur`an, Allah
memberikan contoh orang-orang kafir yang kaya, yang tidak ingin menggunakan
kekayaannya, karena menurut mereka lebih baik menghemat. Anggapan mereka bahwa menimbun
kekayaan dan tidak menggunakannya di jalan Allah bisa memberi manfaat adalah
benarbenar suatu kebodohan. Di dalam Al-Qur`an, Allah menyatakan bahwa kekayaan
seperti itu adalah buruk dan hanya akan membawa kesengsaraan di neraka.
“Sekali-kali janganlah orang yang bakhil
dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari
karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan
itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan
kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allahlah segala warisan (yang
ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Ali
Imran: 180)
Di dalam surat al-Qashash, Allah
mengisahkan tentang Qarun. Allah telah melimpahkan keberuntungan yang besar
kepada Qarun, tetapi ia menjadi sombong karena kekayaannya yang terus bertambah.
Ia mulai tidak berterima kasih kepada Tuhannya. Kisah Qarun yang akhirnya dibinasakan
Allah karena ia tetap tidak memerhatikan peringatan-peringatan Allah ini adalah
pelajaran yang baik untuk manusia. Kisah ini disebutkan di dalam Al-Qur`an,
“Sesungguhnya, Qarun adalah termasuk
kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah
menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kuncikuncinya sungguh berat
dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata
kepadanya, ‘Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang terlalu membanggakan diri.’ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. Qarun berkata, ‘Sesungguhnya, aku hanya diberi harta itu, karena
ilmu yang ada padaku.’ Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh
telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih
banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orangorang yang
berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.”
(al-Qashash: 76-78)
Dalam ayat di atas, Qarun menganggap
bahwa harta kekayaannya akan membawa kebaikan bagi dirinya. Karena itu, ia
bersukaria dan sombong. Pada akhirnya, ia mengalami kekecewaan berat. Sebaliknya,
orang-orang beriman menghargai harta kekayaan mereka. Ini sangat berbeda dengan
pemahaman Qarun yang cacat. Bagi mukmin yang taat kepada ajaran Al-Qur`an,
harta kekayaan tidaklah terlalu berarti. Seorang mukmin selalu menjadikan
dirinya mulia. Ia tidak akan pernah membiarkan dirinya memuja harta atau
menjadikannya sebagai tujuan dan ambisinya karena hal itu adalah perbuatan yang
bodoh. Seorang mukmin mengabdikan dirinya hanya demi keridhaan Allah dan ia
tidak pernah membiarkan dirinya diperbudak oleh nafsu dirinya yang rendah.
Cita-citanya adalah untuk menggapai balasan abadi di akhirat, bukan di dunia
ini. Allah membalas orang-orang yang beriman dengan derajat yang tinggi dalam
pandangan-Nya dan Ia menjanjikan surga untuknya.
“Sesungguhnya, Allah telah membeli dari
orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan
surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; lalu mereka membunuh
atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat,
Injil, dan Al-Qur`an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain)
daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan,
dan itulah kemenangan yang besar.” (at-Taubah: 111)
Menyadari kenyataan ini, para nabi,
rasul, dan mukmin sejati menganggap apa yang mereka miliki sebagai sebuah
berkah dari Tuhan mereka. Mereka menanamkan dalam hati mereka bahwa semua yang
mereka miliki adalah milik Allah. Karena itu, mereka menggunakan segala milik
mereka, termasuk kekayaan, karena Allah. Akhlaq mulia dan kasih di antara kaum
mukminin ini dijelaskan dalam ayat,
“... (Mereka yang benar-benar beriman
adalah mereka yang) memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang yang meminta-minta....”
(al-Baqarah: 177)
Lebih jauh lagi, seorang mukmin tidak berbuat
demikian untuk berpura-pura saja. Niat ikhlas mereka dalam menggunakan kekayaan
disebutkan dalam ayat,
“... orang-orang yang membelanjakan
hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka....”
(al-Baqarah: 265)
Karena itu, ketika mereka kehilangan
sebagian harta kekayaan, reaksinya sangat berbeda dengan apa yang dilakukan
oleh orang-orang yang bodoh. Pada dasarnya, mereka tahu bahwa apa yang terjadi adalah
ujian dari Allah. Mereka menunjukkan kesabaran dan mencari kebaikan dalam apa
yang ada di balik kehilangan itu. Pandangan mulia orang-orang yang beriman
disebutkan dalam ayat, “Katakanlah, ‘Wahai Tuhan Yang memiliki kerajaan,
Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan engkau
cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang
yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di
tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya, Engkau Mahakuasa atas segala
sesuatu.” (Ali Imran: 26)
Karena itulah, orang-orang beriman tahu
benar bahwa kekayaan yang dimuliakan oleh orangorang kafir di dunia ini hanya
akan membawa kesengsaraan bagi mereka, bukannya kebaikan. Ini adalah janji
Allah.
“Maka janganlah harta benda dan
anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya,
Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk
menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa
mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.” (at-Taubah: 55)
Kebijakan Ilahi di Balik Penyakit
Orang yang tinggal di
dalam masyarakat yang bodoh terus-menerus membuat rencana masa depan dan
berharap agar rencana-rencana itu berjalan sesuai keinginannya. Akan tetapi,
yang terjadi malah sebaliknya, penyakit yang tidak diharapkan datang atau
kecelakaan fatal melemparkan hidupnya ke dalam kehancuran karena
kejadian-kejadian tersebut tidak termasuk dalam rencana masa depannya. Saat
menikmati kesehatan, banyak orang tidak pernah berpikir bahwa kejadian
tersebut–walau sering terjadi pada ribuan orang lain setiap harinya-dapat
terjadi pada mereka juga. Itulah sebabnya, saat berhadapan dengan
kejadian-kejadian yang tidak diharapkan, orang yang bodoh dengan segera menjadi
kurang bersyukur terhadap Pencipta mereka. Mereka menolak kenyataan takdir
seraya mengatakan, “Mengapa ini terjadi pada diriku?” Orang yang jauh dari
akhlaq Al-Qur`an cenderung enggan menyerahkan kepercayaan kepada Allah saat
mereka sakit atau tertimpa kecelakaan, atau mencari kebaikan dalam peristiwa
yang menimpa mereka. Beberapa orang yang tidak mengerti realitas takdir
menganggap bahwa penyebab pernyakit hanyalah virus atau mikroba. Demikian pula
saat kecelakaan lalu lintas, mereka menganggap supirnyalah yang menyebabkan
kecelakaan tersebut. Bagaimanapun, yang benar adalah sebaliknya. Setiap
penyebab penyakit, seperti mikroba, bakteri, ataupun yang membahayakan manusia,
semua itu sebenarnya adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah untuk
tujuan-tujuan tertentu. Tak ada satu pun dari mereka yang dibuat secara
serampangan. Mereka semua bertindak di bawah kendali Allah. Manusia mudah
diserang mikroba karena Allah menginginkannya demikian. Jika seorang manusia menderita
sakit keras karena virus, hal itu terjadi dengan sepengetahuan Allah. Jika
sebuah mobil menabrak seseorang dan membuat orang tersebut cacat, kejadian ini
juga merupakan peristiwa yang terjadi atas izin Allah. Tak peduli dengan cara
apa pun dia menghindar, dia tidak akan pernah mengubah kejadian tersebut,
bahkan bagian terkecilnya sekalipun. Ia tidak dapat memindahkan bagian kecil
takdir mereka karena takdir diciptakan dalam kesatuan. Bagi seseorang yang
menyerahkan dirinya kepada Allah Yang Mahakuasa dan mereka yang percaya kepada
kebijaksanaan dan kasih-Nya yang tak terbatas, kecelakaan, penyakit, atau
kesengsaraan, semuanya adalah cobaan sementara yang menuntun kepada kebahagiaan
tertinggi. Dalam situasi yang demikian, yang penting adalah kualitas moral yang
baik yang melekat dalam diri seseorang. Penyakit dan kecelakaan adalah
peristiwa yang bisa dijadikan kesempatan bagi orangorang beriman untuk menunjukkan
kesabaran dan akhlaq yang baik.
Mereka mendekatkan diri kepada Allah. Di
dalam Al-Qur`an, Allah berfirman tentang penyakit yang dihubungkan dengan
pentingnya kesabaran melalui saat-saat demikian.
“... sesungguhnya kebajikan itu adalah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi,
dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang
yang bertaqwa.” (al-Baqarah: 177)
Seperti yang telah disebutkan di awal,
kenyataan bahwa di dalam ayat ini, penyakit juga termasuk dalam
kesengsaraan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu. Seseorang yang
dihadapkan pada dilema fisik atau tertimpa kecelakaan, ia harus ingat bahwa
semua itu adalah cobaan untuknya walaupun ia tidak dapat segera
menemukan alasan mengapa dirinya tertimpa musibah itu. Ia harus ingat bahwa
hanya Allahlah yang memberikan penyakit dan obatnya. Ini sangat penting untuk memelihara
sikap moral yang tepat. Mungkin ia harus melalui kesulitan sementara
sebagai seorang hamba yang memiliki kepasrahan penuh kepada Tuhannya. Di
akhirat nanti, ia akan dibalas dengan kebahagiaan yang abadi. Kita
semua perlu mengingat bahwa bagaimanapun juga, penting bagi kita untuk
mengingat hal ini, juga untuk memelihara moralitas tertinggi saat
berhadapan dengan kejadian serupa. Hingga detik ini, kita perlu
mengetahui bahwa semua penyakit diciptakan dengan maksud-maksud tertentu. Jika
Allah menghendaki, seseorang bisa saja tidak akan pernah sakit atau
menderita. Akan tetapi, jika seseorang diberi ujian, ia harus sadar
bahwa semua itu memiliki maksud. Semua itu membantunya untuk memahami
kesementaraan dunia ini dan kekuasaan Allah yang luar biasa.
Penyakit Mengingatkan Manusia bahwa Ia
Lemah dan Membutuhkan Allah
Ketika sakit, tubuh
yang sebelumnya sehat dan kuat dikalahkan oleh virus dan bakteri. Sebagaimana
diketahui, banyak penyakit yang menyebabkan penderitaan dan melemahkan tubuh. Dalam
beberapa kasus, seseorang merasa telalu lemah untuk bangkit dari tempat tidur
atau melakukan tugas sehari-hari. Karena ia tidak dapat membasmi virus yang
tidak kelihatan itu, maka ia akan lebih mengerti akan kelemahan dirinya dan
bagaimana ia begitu membutuhkan Allah. Saat kesehatannya menurun, seseorang
yang sebelumnya berani menunjukkan kesombongannya kepada Sang Pencipta, atau
memamerkan kesehatan dan harta kekayaannya, menjadi sadar akan kenyataan ini.
Ia dapat lebih menghargai kekuatan Allah yang tak terhingga, Pencipta
segalanya. - Penyakit Menjadikan Seseorang Lebih Memahami bahwa Kesehatan
adalah Berkah dan Kemurahan dari Allah
Hal lain yang biasanya
kita lupakan dalam kesibukan sehari-hari adalah betapa besarnya karunia kesehatan.
Seseorang yang diberi kesehatan terus-menerus dan tidap pernah menderita, mudah
saja mengatur keadaan. Akan tetapi, ketika ia dihadapkan pada serangan penyakit
yang tiba-tiba, ia menyadari bahwa kesehatan merupakan berkah dari Allah. Hal
itu disebabkan ia kehilangan sesuatu yang membuatnya lebih menghargai nilai
sesuatu yang hilang itu. Seperi yang dikatakan Said Nursi yang dikenal dengan nama Badiuzzaman (Keajaiban Zaman),
“Orang mengatakan bahwa sesuatu dikenali dari hal-hal yang
berseberangan dengannya. Sebagai contoh, jika tidak ada kegelapan, cahaya
tidak akan dikenal dan tidak menyenangkan sama sekali. Jika tidak ada rasa
haus, tidak akan ada istimewanya meminum air. Jika tidak ada penyakit,
tidak ada kesenangan yang didapat dari kesehatan.” (Cahaya ke-25,
Obat ke-7)
Penyakit
yang Sering Menjadikan Seseorang Benar-Benar Menyadari Kesementaraan Dunia Ini,
Kematian, dan Akhirat
Kebanyakan manusia
mengira bahwa menderita penyakit yang fatal atau kehilangan organ tubuh adalah
sebuah kesengsaraan. Seharusnya, penyakit dapat dimaknai bukan sebagai
kesengsaraan, tetapi untuk kesalamatan di akhirat dan untuk mengarahkan dirinya
hanya kepada Allah. Hal ini karena orang yang terkena penyakit serius biasanya
semakin waspada. Penderitaan itu menolong dirinya untuk menyadari kurangnya
perhatian yang menumpulkan kesadaran dirinya dan mendorongnya untuk merenungi
realitas akhirat. Orang yang demikian benar-benar memahami betapa tidak
berartinya kecintaan akan dunia ini serta dekatnya kematian. Alih-alih hidup
dalam ketidakbertanggungjawaban, penyakit yang tiba-tiba membuatnya semakin
memahami betapa pentingnya mendapatkan keridhaan Allah dan kehidupan akhirat
demi mencapat keselamatan. Penyakit Diberikan untuk Do’a Seseorang dan
Menariknya untuk Dekat kepada Allah Saat gejala penyakit semakin parah,
seseorang mulai memikirkan kematian. Pikiran ini menghantuinya sampai ia
berusaha menghindarinya dengan sengaja. Dengan segala ketulusan, ia meminta
kepada Allah untuk disembuhkan. Bahkan, saat menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan,
seseorang yang belum pernah berdo’a sebelumnya tiba-tiba merasa perlu memohon kepada
Allah untuk disembuhkan. Ia berdo’a dengan tulus ikhlas. Inilah sebabnya,
seseorang bisa dekat dengan Tuhannya ketika dirinya tidak berdaya. Jika ia
menunjukkan rasa syukurnya setelah sembuh dan terus berdo’a dengan ikhlas,
penyakitnya itu menjadi kebaikan buatnya dan menjadi awal keimanan dirinya. Allah
menyebutkan orang-orang yang kembali kepada-Nya dari kesengsaraan dalam ayat
berikut.
“Dan apabila Kami memberikan nikmat
kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi
apabila ia ditimpa malapetaka maka ia banyak berdo’a.” (Fushshilat: 51)
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia
berdo’a kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk,
atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, di (kembali)
melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada
Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah
orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu
mereka kerjakan.” (Yunus: 12)
“Dan apabila manusia disentuh oleh suatu
bahaya, mereka menyeru Tuhannya dengan kembali bertobat kepada-Nya, kemudian
apabila Tuhan merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat dari-Nya, tiba-tiba
sebagian dari mereka mempersekutukan Tuhannya.” (ar-Ruum: 33)
Sebagaimana ayat di atas, manusia
seharusnya tidak hanya berdo’a di saat sulit, tetapi ia harus tetap berdo’a
setelah ujiannya diangkat. Dengan demikian, penyakit keras atau cobaan itu
dapat membuatnya mengakui kelemahannya dan bertobat di hadapan Allah. Dengan
demikian, ia menuju penyerahan seluruh hidupnya kepada Allah.
` Sebagai
Balasan atas Kesabaran yang Ditunjukkan di Kala Sakit, Allah Membalasnya dengan
Kehidupan Abadi di Dalam Surga Seperti yang
kami sebutkan sejak awal, maksud lain mengapa Allah memberikan penderitaan dengan
penyakit adalah untuk menguji kesabaran dan keimanan seseorang kepada Allah.
Saat menderita suatu penyakit, sikap seorang muslim jelas berbeda dengan
orang-orang bodoh. Ia memiliki kesabaran, keyakinan, dan kesetiaan kepada
Allah. Ini dikarenakan mereka sadar bahwa pandangan yang mereka yakini di saat
mereka dalam kesempitan adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah.
Itulah balasan terbesar di akhirat atas
penyakitnya. Ia mencapai berkah yang tak terhingga atas kehidupan surga sebagai
balasan kesengsaraan sementaranya di dunia ini. Nabi Ibrahim yang ikhlas ketika
dihadapkan dengan penyakit adalah contoh yang baik untuk semua orang- beriman,
“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang
menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku
(kembali).” (asy-Syu’araa`: 80-81)
Sikap dan akhlaq menakjubkan yang
ditunjukkan oleh Nabi Ayyub a.s. adalah contoh yang lain. Seperti yang
telah Al-Qur`an katakan kepada kita, Nabi Ayyub a.s. menderita penyakit yang
parah, namun penyakitnya itu malah memperkuat kesetiaan dan keyakinannya
kepada Allah. Inilah sifat yang menjadikannya salah seorang nabi yang
dipuji di dalam Al-Quran. Dari Al-Qur`an, kita juga tahu bahwa sebagai
tambahan penyakit yang dideritanya, Nabi Ayyub a.s. juga mengalami tipu
daya setan. Berpikir untuk menguasai Nabi Ayyub di saat ia lemah, setan mencoba
menghasutnya untuk tidak lagi percaya kepada Allah. Hal ini karena dalam
kondisi sakit parah, biasanya sulit bagi seseorang untuk memusatkan
perhatiannya. Dengan mudah, ia dapat terbujuk oleh setan. Akan tetapi,
sebagai seorang nabi yang mengabdi sepenuh hati kepada Allah, Nabi Ayyub a.s.
berhasil lolos dari perangkap setan. Ia shalat dan ikhlas berdo’a kepada Allah,
memohon pertolongan-Nya. Di dalam Al-Qur`an, do’a yang dicontohkan oleh
Nabi Ayyub adalah,
“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia
menyeru Tuhannya, ‘(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan
Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.’ Maka Kami
pun memperkenankan seruannya itu, lalu kami lenyapkan penyakit yang ada
padanya....” (al-Anbiyaa`: 83-84)
Allah menanggapi do’a tulus Nabi Ayyub
dengan firman-Nya,
“Dan inagtlah akan hamba Kami Ayyub
ketika ia menyeru Tuhannya, ‘Sesungguhnya, aku diganggu setan dengan kepayahan
dan siksaan.’ (Allah berfirman), ‘Hantamkanlah
kakimu; inilah air sejuk untuk mandi dan untuk minum.’ Dan Kami anugerahi dia
(dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka
sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang
yang mempunyai pikiran. ‘Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka
pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah.’ Sesungguhnya, Kami dapati
dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya, dia
amat taat (kepada Tuhannya).”
Nabi Ayyub benar-benar mendapatkan
balasan atas keyakinannya kepada Allah, pengabdiannya kepada-Nya dan tingkatan
kemuliaannya. Ia juga menjadi contoh yang baik untuk bagi semua muslim.
Kesalahan Orang-orang Beriman Juga
Menjadi Kebaikan Bagi Mereka
Satu masalah paling
menakutkan yang didasarkan pada kebodohan bagi seseorang di dalam masyarakat
adalah berbuat kesalahan. Ketika seseorang berbuat kesalahan, ia biasanya
merasa malu dan menjadi objek olok-olok.
Atau, suatu kesalahan membuatnya kehilangan kesempatan-kesempatan tertentu yang
dianggapnya penting. Dari sudut pandang Al-Qur`an, situasi seperti itu
bagaimanapun juga harus disikapi sebaliknya. Seorang mukmin tidak mendasarkan
penilaiannya terhadap orang lain dari kesalahan yang dibuatnya, untuk menyadari
kenyataan bahwa manusia tidak luput dari kesalahan. Ia malah merasa sayang terhadap
orang itu. Saat seorang mukmin berbuat kesalahan, ia benar-benar memikirkannya
dengan saksama dan mempelajari kesalahannya; rasa takutnya kepada Allah segera
memperingatkannya, sehingga ia berusaha untuk memperbaiki kesalahannya. Ia
berdo’a kepada Allah Yang Maha Pengasih dan memohon ampun. Kenyataannya, rasa
sesal seorang mukmin setelah ia berbuat kesalahan pada akhirnya hanya akan menjadi
kebaikan. Hal ini disebabkan ia bukanlah orang yang suka mengasihani diri
sendiri seperti orang-orang kafir, melainkan mencari solusi untuk tidak
mengulangi kesalahan yang sama. Kepatuhan yang ditunjukkan oleh seorang mukmin,
imannya kepada Allah, serta sikapnya yang menyadari bahwa semua peristiwa
adalah bagian dari takdirnya, semua itu merupakan faktor penting dalam pikiran seorang
mukmin. Sikap tersebut membawa dirinya dekat kepada Allah.
Setiap Diri Akan Merasakan Mati
Menurut orang-orang
yang bodoh, hal terburuk yang dapat terjadi pada seseorang adalah mati. Itulah
yang paling menakutkan bagi mereka, yaitu mendekati kematian atau kehilangan seseorang
yang mereka cintai. Bahkan, kematian adalah peristiwa yang sedapat mungkin
dihindari, meskipun orang yang bodoh dapat mengetahui kebaikan dalam peristiwa
tersebut. Baginya, kematian tak pernah menjadi hal yang baik. Cara pandang
masyarakat yang tidak beriman terhadap kematian adalah sama. Mereka tidak pernah
dapat melihatnya dengan cara pandang yang berbeda. Kematian adalah benar-benar
kebinasaan, sedangkan akhirat hanyalah semata-mata spekulasi. Bagi orang-orang
yang jauh dari kebenaran agama, kehidupan dunia ini adalah satu-satunya kehidupan.
Dengan kematian, satu-satunya kesempatan telah berakhir. Inilah sebabnya,
mereka menangisi hilangnya orang yang dicintainya. Parahnya, kematian orang
yang dicintainya secara tibatiba di usia yang sangat muda, menjadi penyebab
kemarahan mereka kepada Allah dan takdir. Bagaimanapun juga, orang-orang
tersebut melupakan kenyataan-kenyataan penting. Pertama, tak ada seorang
pun di bumi ini yang mendapatkan semua yang diinginkan. Setiap kehidupan
seseorang adalah milik Allah; setiap orang lahir di waktu yang telah
ditakdirkan Allah sebelumnya dan sesuai kehendak Allah. Inilah sebabnya,
Allah—yang kepada-Nya kembali segala sesuatu di langit dan bumi dan apa yang
ada di antaranya—dapat mengambil kembali jiwa siapa pun yang diinginkannya,
kapan pun Dia menginginkannya. Tak ada seorang pun yang dapat menunda ketentuan
Allah. Hal ini dinyatakan di dalam Al-Qur`an,
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati
kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.
Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala
dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya
pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
(Ali Imran: 145)
Tak peduli cara berhitung apa pun yang
dipakai seseorang atau seaman apa pun tempat tinggalnya, ia tidak dapat
menghindari kematian. Sebagaimana dinyatakan dalam salah satu sabda Nabi saw.,
“Jika Allah memutuskan bahwa
seseorang akan mati di sebuah tempat, Allah membuatnya pergi ke tempat
itu.” (Tirmidzi)
Seseorang dapat pergi dari dunia ini
kapan pun. Demikian pula orang yang menghindari kematian, tak peduli betapa
kerasnya ia berjuang untuk tidak kehilangan orang yang dicintainya. Bahkan,
jika segala daya upaya telah dilakukan, ia tidak dapat menghindari kematian. Orang
tersebut akan menghadapi kematian di mana pun ia berada, sebagaimana disebutkan
dalam ayat,
“Di mana saja kamu berada, kematian akan
mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan
jika mereka memeroleh kebaikan, mereka mengatakan, ‘Ini adalah dari sisi
Allah,’ dan kalau mereka ditimpa suatu bencana mereka mengatakan, ‘Ini
(datangnya) dari sisi kamu (Muhammad).’ Katakanlah, ‘Semuanya (datang) dari
sisi Allah.’ Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami
pembicaraan sedikit pun?” (an-Nisaa`: 78)
Karena itu, solusinya bukan berusaha
untuk menghindari kematian, tetapi bagaimana menyiapkan kehidupan untuk hari
akhirat.
Kematian Adalah Awal, Bukan Akhir
Manusia yang miskin
iman atau mereka yang tidak punya keimanan sedikit pun tentang akhirat, memiliki
pandangan yang salah tentang kematian dan kehidupan setelah itu. Inilah
sebabnya, sebagaimana disebutkan di awal, mereka percaya bahwa saat mereka
kehilangan seseorang (karena kematian), mereka akan kehilangan untuk selamanya.
Karena itu, menurut mereka, orang itu menyatu dengan tanah untuk sebuah
kesia-siaan.
Sebaliknya, sebagian di
antara mereka yang yakin akan kebenaran akhirat boleh saja menangisi kematian
seseorang. Akan tetapi, Allah Mahaadil. Orang yang mati akan diberikan tabungan
amalannya di dunia dan berdasarkan keputusan-Nya orang tersebut dibalas dengan
kebaikan. Karena alasan itulah, bagi orang-orang yang memiliki keyakinan kepada
Allah dan hari akhir-dan karena itu hidup mengabdi kepada Tuhannya-kematian
adalah gerbang menuju kebahagiaan abadi. Akan tetapi, dari sudut pandang orang
yang bodoh, yang menafikan akhirat dan meremehkan hari pembalasan, kematian
adalah gerbang kesengsaraan abadi. Karena itu, sulit bagi mereka untuk menilai
kematian sebagai suatu kebaikan. Bagi seorang muslim, kematian adalah awal dari
sebuah kebebasan penuh. Karena kematian dianggap sebagai hal terburuk yang
dapat terjadi pada siapa pun, namun sebenarnya merupakan kebaikan bagi
orang-orang beriman, maka reaksi mereka terhadap kematian dibedakan dengan
jelas dari akhlaq atau sikap bodohnya akan hal itu. Sikap seorang mukmin
terhadap kematian digambarkan dengan jelas dalam ayat,
“Dan sungguh jika kamu gugur di jalan
Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik (bagimu)
dari harta rampasan yang mereka kumpulkan.” (Ali Imran:157)
Seperti halnya kehidupan, kematian
seorang mukmin juga membawa kebaikan. Dalam pandangan Allah, tingkatan istimewa
menanti seorang mukmin yang syahid saat berjuang karena-Nya, karena kesyahidan
adalah sebuah kemuliaan dan berkah yang memperbanyak balasan yang akan didapatnya
di akhirat. Kematian seorang mukmin yang menjadikan satu-satunya tujuan
hidupnya adalah menggapai ridha Allah dan mendapatkan surga-Nya, adalah sebuah
peristiwa yang agung. Dengan memahami kabar gembira yang dicantumkan di dalam
Al-Qur`an ini, seorang mukmin tidak pernah menangisi kematian mukmin lainnya
yang mati karena Allah. Sebaliknya, ia melihat kebaikan dan berkah dalam
kematian itu, dan mereka bergembira. Sesungguhnya, balasan terbesar adalah mendapatkan
keridhaan Allah dan surga-Nya. Seorang mukmin yang menghabiskan waktunya untuk
melayani Allah akan dibalas dengan kebaikan. Contohnya Nabi Nuh a.s. yang
diberi umur panjang oleh Allah. Karena manusia mulia ini berjuang di setiap
detik kehidupannya, ia mendapatkan keridhaan Allah, kasih, dan surga-Nya. Usahanya
dalam menambah balasan pahala di akhirat. Sebaliknya, kaum yang kufur cenderung
terjerumus ke dalam khayalan semu. Mereka mengira umur panjang adalah anugerah.
Ayat di bawah ini menjelaskan kekeliruan tersebut.
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang
kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada
mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya, Kami memberi tangguh kepada
mereka supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang
menghinakan.” (Ali Imran: 178)
Mereka yang menjadi bagian masyarakat
bodoh yang menjadikan kesenangan sementara di dunia ini satu-satunya tujuan
hidupnya, menganggap umur yang panjang sebagai kesempatan untuk menikmati
kesenangan dunia. Karena itu, mereka melupakan Allah dan hari pembalasan.
Mereka tidak dapat menangkap nilai waktu yang mereka habiskan sia-sia.
Bagaimanapun juga, seperti yang disebutkan dalam ayat di atas, waktu yang diberikan
kepada mereka sebenarnya menghancurkan diri mereka sendiri.
Seseorang yang memikirkan hal ini akan
memahami sepenuhnya bagaimana kita bisa menentukan mana yang baik dan mana yang
buruk, sesuai dengan pernyataan Allah,
“Bisa jadi seseorang membenci
sesuatu, padahal itu baik untuknya, dan mungkin seseorang mencintai sesuatu,
padahal itu buruk untuknya.”
Alasan-Alasan yang Menghalangi Seseorang
untuk Melihat Kebaikan Lupa bahwa Hidupnya Adalah Cobaan
Sebagian orang mengira
bahwa hidup mereka adalah suatu kebetulan semata. Sebenarnya, tidaklah
masuk akal untuk berpikir demikian. Segala sesuatu, termasuk menderita kanker, tertimpa
kecelakaan lalu lintas, mulai dari makanan yang dimakan seseorang sampai kepada
pakaian yang dipakai seseorang, semua itu adalah hal-hal yang sebelumnya
telah ditetapkan khusus atas seseorang. Seperti yang telah kami tekankan
berulang-ulang di sepanjang pembahasan buku ini, semua peristiwa tersebut–dalam
setiap detailnya-khusus diciptakan Allah untuk menguji manusia. Dalam hal
inilah terlihat perbedaan mendasar antara orang yang kafir dan beriman.
Orang-orang beriman memiliki pandangan yang sangat berbeda terhadap apa
yang terjadi pada mereka dan apa yang terjadi di sekeliling mereka.
Pandangan ini sepenuhnya seperti apa yang diperintahkan Al-Qur`an, yaitu menganggap
setiap kejadian sebagai bagian dari ujian. Karena itu, dengan menyadari bahwa
mereka sedang diuji, orang-orang mukmin berusaha untuk mengarahkan
dirinya menuju jalan yang diridhai-Nya.
Orang yang tetap tidak
acuh terhadap kebenaran Islam, ia membuat tujuan-tujuan sesat bagi dirinya
sendiri (masuk perguruan tinggi yang terkenal, menikah dan berbahagia,
memasukkan anak mereka ke sekolah, memperbaiki standar hidup, mencapai status
dalam masyarakat, dan lain-lain). Semua itu memiliki satu kesamaan, yakni hanya
berhubungan dengan dunia. Rencana dan aspirasi orang yang menjadikan
tujuan-tujuan seperti itu sebagai tujuan hidup utama, terbatas pada pandangan yang
dangkal ini. Hal ini karena pengetahuan kebanyakan orang hanya terbatas pada
eksistensi dunia. Sebenarnya, anggapan mereka tidaklah benar. Bahkan, jika
seseorang meraih semua tujuan yang telah ia rencanakan, hidupnya berakhir pada
titik yang tak dapat dielakkan: kematian. Maka dari itu, kehidupan yang hanya
tertuju pada dunia adalah kehidupan yang sia-sia, kecuali sebaliknya seperti
yang diinginkan oleh Allah. Seseorang yang menjalani hidup seperti ini bahkan
tidak akan pernah mendapatkan segala yang diinginkannya. Ini adalah hukum abadi
Allah. Tak ada satu pun di bumi ini yang lepas dari kehancuran. Tak ada satu
pun di bumi ini yang lepas dari waktu. Contohnya buah yang perlahan menghitam
dan membusuk setelah dipetik dari tangkainya. Sebuah rumah yang dibangun dengan
sungguh-sungguh selama bertahun-tahun pada akhirnya tidak akan dapat ditempati.
Tubuh manusia dengan mudah terkena pengaruh waktu yang merusak. Setiap orang
terkena pengaruh waktu pada fisiknya. Rambut yang memutih, tidak berfungsinya
organ tubuh, berkerutnya kulit, dan banyak tanda penuaan lainnya. Semua itu
adalah tanda-tanda yang mengindikasikan adanya kematian. Selain itu, kehidupan
manusia yang jarang melampaui 6-7 dekade dapat diakhiri dengan tiba-tiba. Peristiwa
yang tidak diharapkan, seperti kecelakaan lalu lintas atau penyakit fatal,
dapat kapan saja mengakhiri kehidupan manusia. Seperti yang telah kami sebutkan
sebelumnya, tak peduli bagaimanapun seseorang akan berjuang menghindari
kematian, pada akhirnya ia akan menemui penghabisan yang tak dapat dielakkan:
kematian. Tak peduli apakah ia gadis yang cantik atau seorang yang terkenal,
tak ada satu pun orang yang dapat menghindarinya. Tidaklah kekayaan, harta kepemilikan,
anak, teman, atau apa pun, yang dapat melindungi seseorang dari kematian.
“Katakanlah,
‘Sesungguhnya, kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya
kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada
(Allah), yang mengetahui yang
gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.’”
(al-Jumu’ah: 8)
Itu berarti hidup di dunia ini adalah
sementara dan dunia ini bukanlah tempat terakhir manusia. Karena itu, seorang
manusia harus mengorientasikan semua usaha dalam hidupnya untuk akhirat saja.
“Maka sesuatu apa pun yang diberikan
kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah
lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada
Tuhan mereka, mereka bertawakal.” (asy-Syuura: 36)
Jika kita mengetahui bahwa hidup di
dunia ini adalah sementara dan tubuh manusia akan dimakan oleh kematian, kita
dibawa pada satu hal yang mesti kita renungkan, yaitu tujuan penciptaan manusia
di bumi. Dalam ayat ini, diberitahukan bahwa Allah membuat tujuan itu mudah,
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya
Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya. Dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.” (al-Mulk: 2)
Dalam banyak ayat di dalam Al-Qur`an,
Allah memperjelas bahwa manusia diciptakan untuk menjadi hamba-Nya. Ia juga
menekankan bahwa kehidupan dunia ini adalah ujian dan telah dibuat untuk membedakan
kebaikan dari kejahatan.
“Sesungguhnya, Kami telah menjadikan apa
yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah
di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (al-Kahfi: 7)
Karena seluruh hidup manusia adalah
bagian dari ujian, tak ada satu pun kejadian yang menimpanya yang merupakan
ketidaksengajaan. Jika seseorang tidak dapat memahami bahwa ada maksud di balik
peristiwa-peristiwa itu dan malah mengira bahwa hal itu terjadi dengan sendirinya-terpisah
dari campur tangan Allah.swt maka ia telah melakukan kesalahan. Hal ini karena
semua peristiwa yang terjadi dalam tiap detik kehidupan sebenarnya adalah ujian
yang Allah rencanakan bagi dirinya. Manusia bertanggung jawab atas reaksi dan
sikapnya terhadap ujian tersebut. Cara ia mengarahkan dirinya dan menunjukkan
moralitasnya, menentukan balasan atau hukumannya di kehidupan akhirat. Bahwa
tak satu pun pengalaman—kecil ataupun besar, berarti atau tidak—terjadi secara kebetulan
dan bahwa segala yang terjadi dalam kehidupan kita telah ditentukan sebelumnya
dalam takdir kita, semua itu adalah kenyataan yang harus diingat oleh
seseorang. Selama itu diingatnya, ia tidak akan pernah lupa bahwa segala yang
ia temui dalam kehidupan pada hakikatnya adalah baik untuknya. Dengan demikian,
apa yang ia hadapi hanyalah apa yang Allah kehendaki baginya. Kesimpulannya,
penting kiranya untuk mengingat bahwa dunia ini adalah tempat ujian yang
dengannya kita diharapkan dapat melihat kebaikan dan maksud Ilahiah dalam
kehidupan ini.
Allah
Tidak Membebani Seseorang Melebihi Kemampuannya
Allah menguji setiap
manusia dengan ujian yang berbeda, beragam jenisnya, serta melalui pengenalan
yang berbeda pula. Akan tetapi, perlu disebutkan bahwa Allah Mahaadil dan Dia sabar
dalam menghadapi hamba-hamba-Nya (al-Halim). Dia tak pernah membebani seseorang
melebihi apa yang ia mampu. Ini adalah janji Allah,
“Kami tiada membebani seseorang
melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang
membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.” (al- Mu`minuun: 62)
“Dan orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal-amal yang saleh, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri
seseorang melainkan sekadar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni
surga; mereka kekal di dalamnya.” (al-A’raaf:
42)
Penyakit, kecelakaan, semua bentuk
tekanan, dan segala macam ujian yang dihadapi seseorang dalam kehidupan dunia,
adalah dalam rangkaian batasan kemampuan seseorang untuk mengatasinya. Akan
tetapi, jika seseorang memilih untuk mengingkari dan tidak bersyukur kepada
Allah dan lebih memilih perbuatan setan daripada memelihara nilai-nilai mulia
Al-Qur`an–misalnya kesabaran-maka pada akhirnya ia akan menanggung balasannya. Dalam
beberapa kasus, seseorang bisa saja merasa bahwa ia telah melakukan segala cara
yang memungkinkannya untuk keluar dari masalah, namun ia tidak melihat jalan
keluar. Karena ia tidak ingat bahwa tetap ada kebaikan dalam peristiwa
tersebut, ia memberontak dan marah. Ini semata-mata merupakan rasa yang tak
berguna yang diembuskan oleh setan. Apa pun yang dihadapinya dalam hidup ini,
seorang mukmin yang ikhlas harus tetap ingat bahwa ia dihadapkan pada situasi
yang di dalamnya ia dapat menetapi kebajikan dan kesabaran. Jika ia putus asa,
itu hanyalah tipu daya setan. Allah memerintahkan hamba-Nya untuk tidak
berputus asa.
“Dan tidaklah mereka mengetahui bahwa
Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya,
pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang
beriman. Katakanlah, ‘Hai hambahamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri
mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya,
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya, Dialah Yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah
kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong
(lagi).’” (az-Zumar: 52-54)
Seseorang yang menerima dan berusaha
menetapi perintah Allah tersebut mengetahui bahwa dari kebaikan akan timbul
kebaikan pula. Seseorang yang putus asa akan sendirian di dunia ini dan tidak mempunyai
jalan keluar. Allah mengatakan pada kita bahwa mereka yang putus asa terhadap
kasih Allah adalah orang-orang yang tidak beriman,
“Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat
Allah dan pertemuan dengan Dia, mereka putus asa dari rahmat-Ku, dan mereka itu
mendapat siksa yang pedih.”
(al-‘Ankabuut: 23)
“… dan janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya, tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum
yang kafir.” (Yusuf: 87)
Dalam menetapi perintah Allah, seorang
mukmin tidak boleh berputus asa, tetapi harus mencoba untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang apa yang terjadi di sekitarnya melalui
perenungan. Ketika seorang mukmin menemukan kesulitan, kesulitan itu
membuatnya sadar bahwa ada kebaikan di dalamnya dan ia memastikan bahwa
selama cobaan itu, ia menjadi bersemangat, sabar, pemurah, setia, tekun,
pengasih, dan penuh pengorbanan. Karena itu, sekarang ini adalah saat seorang
mukmin melatih rasa percayanya kepada Allah. Mengetahui bahwa saat di
akhirat, ia dianugerahi surge sebagai balasan atas kebaikan sikapnya di
dunia, bertambahlah sumber kebahagiaannya. Seseorang yang telah diuji di
dunia akan mengatasi kesulitan dengan ketegaran. Ia menerima berkah dan janji
surga, dan begitu menghargai keduanya. Karena itulah, ia menikmati
kebahagiaan di dalam semua itu. Penting untuk diingat bahwa seseorang
yang mengalami kesulitan tidak dapat menghargai kemudahan, bahkan jika
mampu pun, ia tidak pernah memiliki perasaan yang mendalam sebagai orang yang
telah melewati banyak kesulitan hidup. Karena itu, setiap
kesulitan yang dialami seseorang pada akhirnya akan menjadi sember kebahagiaaan
di akhirat. Karena itu, sikap sabar, bijaksana, logis, stabil,
memaafkan, menyayangi, semuanya menujukkan tingkatan kemuliaan seorang
mukmin dan menawarkan kebahagiaan kepada manusia yang hanya didapatkan
dari keimanan. Atas izin Allah, kebahagiaan ini akan dinikmati selamanya.
Setiap Kemalangan yang Menimpa Manusia
Berasal dari Dirinya Sendiri Orang yang tidak mengamalkan akhlaq yang
diperintahkan di dalam Al-Qur`an sering menunjukkan ciri sifat yang
sama. Jika segala sesuatu berjalan sesuai kehendak, mereka mengira semua itu
terjadi karena diri mereka sendiri. Mereka bangga atas apa yang terjadi sesuai
kehendak mereka. Namun, saat kesialan menimpa, mereka mencari-cari
kambing hitam. Tetapi Allah Mahaadil, orang itu sendirilah yang pada
akhirnya bertanggung jawab atas setiap kemalangan yang menimpanya, seperti yang
ditunjukkan oleh ayat berikut:
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh
adalah nikmat dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari
(kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap
manusiaa. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” (an-Nisaa` 79)
Al-Qur`an memberikan beragam contoh
untuk menjelaskan bagaimana orang-orang kafir membolak-balikkan pemahaman atas
segala sesuatu yang terjadi. Sebagai contoh, Allah berfirman kepada kita dalam
surat al A’raf bahwa Fir’aun dan sifat-sifat setannya menjadi makar atas Musa
a.s. dan kaumnya. Bagaimanapun juga, mereka adalah sumber kejahatan.
“Kemudian apaabila datang kepada mereka
kemakmuran, mereka berkata, ‘Ini adalah karena (usaha) kami’. Dan jika mereka
ditimpa kesusahan, mereka melemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan
orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu
adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (al-A’raaf: 131)
Sebagaimana contoh yang dituliskan dalam
ayat di atas, dalam kondisi apa pun, orang yang jauh
dari moralitas Al-Qur`an mencari-cari
kambing hitam. Mereka mengabaikan kesalahan mereka sendiri dan menuduh orang
lain. Bagaimanapun juga, seperti apa yang Allah firmankan dalam ayat di atas, merekalah
yang sebenarna bertanggung jawab atas kejahatan tersebut. Jika orang-orang ini
menafsirkan kejahatan sebagai kebaikan dan sebaliknya, maka merekalah yang
harus disalahkan.
Takdir yang Disalahpahami
Selama hidupnya, orang
terus-menerus merencanakan masa depan mereka, bahkan keesokan harinya atau
sejam berikutnya. Pada waktu tertentu, rencana ini berjalan seperti apa yang direncanakan.
Tetapi, kadangkala mereka tak dapat mencapainya karena hal-hal yang tidak
diharapkan. Mereka yang jauh dari ajaran Islam mengangap hal tersebut sebagai
kesulitan yang tidak disengaja. Sebenarnya, tak ada rencana yang pasti
terselesaikan, ataupun kesulitan yang tak dapat dicegah. Semua kejadian yang
dihadapi seseorang dalam hidupnya telah ditentukan sebelumnya oleh Allah dalam
takdirnya. Hal ini disebutkan dalam ayat berikut,
“Dia meengatur urusan dari langit ke
bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya
(laamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (as-Sajdah: 5)
“Sesungguhnya, Kami menciptakan segala
sesuatu menurut ukuran.” (al-Qamar:
49)
Seorang mukmin salah mengira bahwa
hari-hari yang dilaluinya adalah apa yang telah ia rencanakan sebelumnya.
Kenyataan sebenarnya adalah bahwa ia hanya menyesuaikan diri dengan takdir Allah
yang telah ditetapkan atasnya. Bahkan jika seseorang mengira bahwa ia telah
berperan dalam sebuah situasi, ia menganggap ia dapat mengubah takdirnya.
Sebenarnya ia mengalami momen lain yang telah ditakdirkan untuknya. Tak ada
satu waktupun dalam kehidupan kita terjadi di luar takdir. Seseorang yang
sedang koma, tak lama kemudian meninggal karena Allah telah mentakdirkannya demikian.
Sedangkan orang dengan kondisi yang sama sembuh berbulan-bulan kemudian karena
ia telah ditakdirkan demikian pula. Bagi orang yang tak benar-benar mengerti
arti takdir, semua peristiwa terjadi karena ketidaksengajaan. Ia salah
mengasumsikan bahwa segala yang ada di alam semesta ini mandiri keberadaannya.
Itulah mengapa ketika ia terkena bencana, ia menganggapnya sebagai suatu
kesialan. Meski demikian, manusia terbatas kearifan dan pemahamannya, ia bahkan
dibatasi oleh ruang dan waktu. Di sisi lain, semua yang menimpa seseorang telah
direncanakan oleh Allah swt., Pemilik Kebijaksanaan Yang Tak Terbatas, Dia yang
tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
“Tak ada suatu bencanapun yang menimpa
di muka bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya, yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.” (al-Hadiid: 22)
Pada dasarnya, apa yang harus dilakukan
seseorang adalah menyerahkan dirinya pada akdir yang telah ditetapkan oleh
penciptanya, dan tetap menyadari bahwa segalanya akan berakhir. Sesungguhnya, orang
yang benar keimanannya menggunakan setiap detik kehidupan mereka dengan
mengakui kenyataan bahwa apa pun yang terjadi, semuanya merupakan bagian dari
takdir mereka, dan bahwa Allah telah merencanakan keadaan tersebut dengan
maksud-maksud tertentu. Mereka terus mengambil manfaat dari pandangan yang
positif ini. Mereka bahkan menilainya sebagai suatu kebaikan. Akhlaq mulia dan
penyerahan diri total yang dijalankan oleh orang-orang beriman dijelaskan di
dalam Al- Qur`an sebagai berikut,
“Katakanlah, ‘Sekali-kali tidak akan
menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah
Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus
bertawakal.” (at-Taubah: 51)
Pada akhirnya, seseorang tidak akan
pernah bisa mencegah terjadinya suatu peristiwa, baik ia menilainya sebagai
suatu kebaikan ataupun keburukan. Jika ia melihat kebaikan dalam segala hal,
maka ia akan selalu mendapatkan manfaat. Jika sebaliknya, ia hanya akan
membahayakan dirinya sendiri. Menyesal atau memberontak tak akan mengubah apa
pun dalam takdir seseorang. Karena itulah, tanggung jawab seorang manusia
sebagai abdi Allah adalah untuk menyerahkan dirinya kepada keadilannya yang tak
terbatas dan takdir yang telah ditentukan-Nya demi untuk menghargai semua peristiwa
sebagai suatu kebaikan dan orang yang demikian menyaksikan takdirnya dengan
hati yang tenang dan damai.
Setan Berusaha Menghalangi Manusia untuk
Menyadari Kebaikan
Di dalam Al-Qur`an,
Allah mengatakan bahwa setan sangatlah kufur dan suka melawan. Kita juga
belajar dari Al-Qur`an bahwa setan akan mendekati manusia dari setiap arah dan
ia akan berusaha dengan segala cara untuk membawa manusia kepada kebejatan
moral. Metode yang paling sering dilakukan setan dalam rencana jahatnya adalah
menghalangi manusia dari melihat kebaikan dalam segala peristiwa yang menimpanya.
Dengan cara demikian, ia juga berusaha untuk menyesatkan manusia kepada
pemberontakan dan kekufuran. Orang yang tidak mampu memahami keindahan akhlaq Al-Qur`an
akan jauh dari ajaran Islam dan mereka yang menghabiskan hidup mereka untuk
mengejar kesia-siaan dan melupakan akhirat akan mudah jatuh ke dalam perangkap
setan. Setan menyerang kelemahan manusia dan membisikkan tipu daya yang
menyenangkan kepada manusia. Ia memanggilnya untuk melawan Allah dan
takdir-Nya. Sebagai contoh, seorang mungkin tidak akan merasa kesulitan untuk
melihat bahwa tetangganya terkena musibah karena itu adalah bagia dari
takdirnya. Namun, dia mungkin tidak bersikap demikian saat ia atau kelurganya
tertimpa musibah yang sama. Karena hasutan setan, ia lebih mudah melawan kepada
Allah. Seseorang harus melatih kesabarannya supaya ia dapat berusaha melihat
kebaikan dalam semua peristiwa, untuk menunjukkan ketundukan dan kepercayaannya
kepada Allah. Ketidakmampuan untuk melatih kesadaran seseorang hanya akan
membawa kepada sikap yang salah. Usaha setan untuuk menghalangi manusia untuk
melihat kebaikan dengan perbuatan mereka sendiri. Sebagai contoh, setan
berusaha untuk meletakkan rasa takut di dalam hati seseorang yang ingin memanfaatkan
kekayaannya karena Allah. Godaan setan ini disebutkan di dalam ayat berikut,
Setan menjanjikan (manakut-nakuti) kamu
dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan
(kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan
Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 268)
Bagaimanapun juga, semua perasaan itu
adalah sia-sia. Rencana rahasia setan ini tidak dapat mempengaruhi orang-orang
beriman, karena tujuan mereka dalam menggunakan kekayaannya bukanlah untuk
mendapatkan keuntungan dunia ataupun kesenangannya sendiri. Tujuan utamanya
adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah, rahmat, dan jannah-Nya. Karena
itulah, setan tidak dapat menipu orangorang beriman dengan bisikan yang
sia-sia. Dalam ayat berikut dinyatakan bahwa setan tidak dapat mempengaruhi
orang-orang beriman,
“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan
syaitan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya, orang orang yang bertaqwa bila mereka
ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga
mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (al-A’raaf: 200-201)
Dari hal-hal tersebut di atas, kita
harus memahami bahwa setan memakai dua cara untuk menghalangi manusia dari
perbuatan baik. Pertama-tama, ia berusaha menghalangi kebaikan dan perbuatan
yang bermanfaat, dan menyodorkan kesengan dunia sebagai tujuan hidup satu satunya.
Kemudian, ia bersungguh-sungguh menghalangi manusia dari melihat kebaikan dan
maksud yang terkandung di balik setiap peristiwa. Bagaimanapun juga, begitu
banyak keberkahan yang diberikan cuma-cuma kepada seseorang hingga ia tidak
akan bisa menghitungnya. Sejak lahir, manusia dianugerahi keberkahan yang tak terhitung
dari Tuhannya, anugerah yang tidak ada henti sepanjang hidupnya. Itulah
mengapa, orang beriman yang menjadikan Tuhan mereka sebagai satu-satunya kawan
dan pelindung mereka akan memberikan rasa percaya mereka sepenuhnya kepada
Allah. Ketika sesuatu terjadi tidak sesuai keinginan, mereka sadar bahwa ada
kebaikan di dalamnya. Mereka bersabar bahkan sekalipun saat mereka tidak bisa
langsung menemukan maksud Ilahiah di balik kejadian tersebut. Seperti yang dikatakan
Nabi saw., “Mintalah pertolongan Allah dari kesulitan akan malapetaka yang
hebat.”
(Bukhari).
Tak peduli apa pun yang terjadi pada
mereka, orang-orang beriman tidak pernah memberontak atau bahkan mengeluh.
Mereka selalu mengingat bahwa kejadian yang berlawanan dengan keinginan mereka
itu akan menjadi keberkahan bagi mereka. Dan dengan kehendak Allah, kesulitan
tersebut pada akhirnya terbukti menjadi tolak ukur utama dalam kehidupan mereka
dan membawa kepada keselamatan abadi.
Contoh-Contoh Kehidupan Nabi dan
Orang-Orang Beriman
Perjuangan melawan
orang kafir menjadi dasar utama perjuangan pada nabi dan orang-orang beriman
yang mengikutinya. Orang-orang mulia ini berhadapan dengan berbagai peristiwa
yang kelihatannya tidak menguntungkan. Namun, saat menghadapi cobaan-cobaan
tersebut, muncullah sifatsifat istimewa mereka. Tak peduli bagaimanapun
keadaannya, mereka merasakan kedamaian dan kenyamanan karena mengetahui bahwa
tak ada satu pun yang lepas dari Allah. Pemahaman ini menolong mereka untuk
selalu bersikap positif. Rasul Allah dan orang beriman memastikan kehidupannya
pada kenyataan bahwa Allah akan menolong mereka melewati masa sulit dan bahwa
segalanya pada akhirnya akan menjadi karunia bagi mereka. Mereka menjadikan
kenyataan tersebut sebagai dasar semua pandangan mereka.
Fitnahan Orang-Orang Kafir
Sebagaimana telah kita
pelajari dari Al-Qur`an, orang-orang beriman menghadapi sekelompok orang kafir
dan munafik yang menggunakan berbagai cara untuk menyesatkan mereka dari jalan
yang benar. Al-Qur`an memberika contoh rinci tentang penghinaan dan umpatan
yang digunakan oleh orangorang kafir,
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap
hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari
orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang
mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu
bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang
patut diutamakan.” (Ali Imran: 186)
Dalam ayat di atas, Allah menjelaskan
bahwa kebohongan dan fitnah yang ditujukan kepada orang-orang beriman
sebenarnya baik bagi mereka. Dalam ayat lainnya, Allah menghubungkan kenyataan
tersebut dengan contoh lain di masa Nabi saw.,
“Seseungguhnya orang-orang yang membawa
berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa
berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap
seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa
di antara mereka yang mengambil bahagian terbesar dalam penyiaran berita bohong
itu baginya azab yang besar.” (an-Nuur: 11)
Keadaan yang dihadapi oleh orang-orang
beriman di masa lalu ini merupakan taktik yang dimainkan oleh para kaum kafir
untuk menghalangi dan menjauhkan mereka dari ketaatan pada prinsipprinsip Islam.
Namun, orang-orang beriman tetap teguh menyakini bahwa maksud jahat ini pada akhirnya
akan terungkap dan menguntungkan orang-orang beriman. Itulah mengapa mereka
merespon fitnah mereka dengan sikap biasa saja dan bijaksana. Tak sekalipun
mereka lupa bahwa kesabaran dan rasa percaya mereka pada Allah akan membawa
kepada keberhasilan. Mereka menyadari –seperti yang dikatakan oleh Nabi s.a.w.,
“Barangsiapa yang tetap bersabar, Allah
akan membuatnya sabar. Tak ada karunia yang lebih baik
daripada kesabaran.” (HR Bukhari)
Sebagaimana contoh-contoh di masa lalu
tersebut, sangatlah penting bagi orang-rang beriman sekarang ini untuk
menyerahkan diri mereka akan kebenaran bahwa segalanya berjalan sesuai dengan maksud
Ilahi. Seorang mukmin yang hidup dengan prinsip-prinsip ini juga akan mendapat
ganjaran terbesar di dunia. Karena Allah berjanji untuk menolong hamba-Nya yang
percaya pada-Nya. Dan Dia memastikan bahwa mereka tidak akan menemukan jalan
keluar lainnya selain dengan-Nya.
“Jika Allah menolong kamu, maka tak
adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika
Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan
yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu
hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.” (Ali Imran:
160)
Tekanan Fisik dari Orang-Orang Kafir
Sepanjang sejarah,
masyarakat kafir selalu menganggap bahwa komitmen kaum mukminin terhadap agama
Allah, cara hidup mereka dengan prinsip-prinsip Islam, serta penyebaran risalah
Allah ini adalah ancaman bagi mereka. Itulah mengapa, demi untuk menghancurkan
akhlaq kaum mukminin mereka melakukan cara-cara yang jahat seperti memfitnah
dan menipu daya. Jika cara-cara demikian gagal, mereka tidak sungkan-sungkan
melakukan cara-cara yang lebih keras, seperti mengancam menyekap, dan menangkap atau menyeret kaum
mukminin keluar dari rumah mereka. Perlakuan buruk yang diterima kaum beriman
dalam perjuangan mereka dengan orang-orang kafir adalah bukti betapa
orang-orang kafir itu tidak tahu malu. Namun orang-orang mukmin selalu menemukan
kebaikan dalam perlakuan kasar yang mereka terima. Mereka tahu bahwa Allah
pasti telah menggariskan hal tersebut untuk tujuan-tujuan tertentu. Mereka
sangat sadar bahwa kebajikan yang benar adalah dengan bersabar dan yakin kepada
Allah. Allah menggambarkan hal ini dalam ayat berikut,
“Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah
timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu
adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikatmalaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah
orang-orang yang bertaqwa.” (al-Baqarah: 177)
Sebagian dari sifat positif yang
istimewa ini diilustrasikan dalam surat al Ahzab, dihubungkan dengan peristiwa
yang terjadi di zaman nabi Muhammad saw.. Menurut kisah tersebut, selama pertempuran
orang-orang mukmin diuji dan didera penderitaan saat kaum kafir menyerang mereka
dari segala penjuru. Dalam keadaan demikian, kaum munafik dan mereka yang
memiliki penyakit di hatinya memberikan berbagai alasan yang menujukkan siapa
diri mereka sebenarnya.
Dalam kondisi demikian, kaum munafik
yang telah berbaur selama beberapa waktu dengan komunitas kaum mukminin ini
mulai dikenali. Orang-orang seperti itu, tak ada bedanya dengan sel-sel kanker
yang menggerogoti tubuh. Mereka cepat sekali mundur di saat-saat sulit,
walaupun pertolongan dan rezeki Allah selalu diberikan kepada orang-orang
beriman. Sementara kaum munafik menghina, orang-orang beriman yakin akan
kebaikan dalam kesulitan yang mereka hadapi. Seorang mukmin menyadarkan diri
mereka sendiri untuk menjalankan apa yang diperintahkan di dalam Al-Qur`an, dan
mencapai tingkat keimanan dan kesetiaan kepada Allah yang lebih tinggi.
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat
golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, ‘Inilah yang dijanjikan
Allah dan Rasul-Nya kepada kita’. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang
demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.”
(al-Ahzab: 22)
Sebagaimana yang dicontohkan di atas,
ujian dapat menjadi sebuah keberkahan yang besar bagi orang-orang beriman,
sementara bagi mereka yang tidak dapat menghargai kebaikan, ujian yang sama dapat
menyesatkan mereka kepada kekufuran. Padahal ujian tersebut diberikan untuk
menghapuskan usaha-usaha kaum kafir serta untuk membedakan kebaikan dari
kejahatan. Dalam surat al Ahzab dikisahkan tentang orang beriman yang tidak
mampu mencapai keberhasilan, karena itu ia marah dan dengki,
“Dan Allah menghalau orang-orang yang
kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memeroleh
keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan.
Dan adalah Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa.” (al-Ahzab: 25)
Hijrahnya Kaum Muslimin
Meninggalkan harta dan
hijrah ke tempat lain jika memang diperlukan adalah merupakan bentuk penghambaan
yang disebutkan di dalam Al-Qur`an. Karena itu, kaum muslimin yang berhijrah
karena Allah selalu melihat kebaikan dalam “kepindahan terpaksa” mereka.
Sesungguhnya, di dalam Al- Qur`an disebutkan bahwa hijrah karena Allah
dilakukan oleh mereka yang mengharapkan kasih sayang Allah.
“Sesungguhnya, orang-orang yang beriman,
berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah,
dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Baqarah: 218)
Orang yang bodoh mengira bahwa perginya
seseorang dari tanah kelahiran karena kerusuhan atau pembuangan ke negeri yang
asing adalah merupakan sebuah kemalangan, dan benar-benar melemparkan kehidupan
seseorang kepada kehancuran. Namun mesti disebutkan bahwa kaum mukminin
menyadari sejak awal bahwa mereka akan dibenci oleh kebanyakan orang yang
menafikan agama Allah. Maka dari itu, tekanan yang demikian sebenarnya
merupakan manifestasi kebenaran ayatayat Allah. Itulah mengapa orang-orang
beriman yang berhijrah atau terpaksa meninggalkan rumah mereka selalu
menghadapi kondisi demikian dengan penuh semangat dan pengharapan yang besar. Akhlaq
mulia orang-orang beriman yang hidup di zaman Nabi saw. dan keimanan mereka
yang tak tergoyahkan adalah merupakan contoh-contoh terbaik bagi kita. Dengan
menyadari bahwa kepatuhan kepada Nabi saw., mereka akan mendapatkan keridhaan
Allah. Mereka sudi memikul penderitaan dan semua kesusahan dengan senang hati.
Demi kebaikan kaum muslimin, mereka tidak sungkan meninggalkan negeri mereka
dan mengabaikan semua harta dunia mereka. Sebagai balasan atas akhlaq istimewa
mereka, Allah juga memberikan kabar gembira dengan limpahan kebaikan dan rezeki
di dunia. Hal ini disebutkan di dalam Al-Qur`an sebagai berikut,
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah,
niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat
hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa yang keluar dari
rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian
kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dimaksud), maka
sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang..” (an-Nisaa` 100)
“(Yaitu) orang-orang yang sabar dan
hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakal. Dan Kami tidak mengutus sebelum
kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
(an-Nahl: 41-42)
Contoh Keimanan Nabi Muhammad
Nabi Muhammad saw.,
seperti halnya nabi-nabi sebelumnya, menghadapi berbagai kesukaran sepanjang
hidupnya. Ia menjadi contoh terbaik bagi semua muslim akan kesabaran dan
keimanannya kepada Allah. Sebuah peristiwa diceritakan dalam Al-Qur`an tentang
akhlaq mulia dan keimanan Nabi Muhammad saw. Ketika Nabi saw. meninggalkan kota
Mekkah, kaum kafir membujuknya dan bermaksud membunuhnya. Nabi beristirahat
dalam sebuah gua. Dalam pencarian mereka, orang-orang kafir menghampiri gua
tersebut. Dalam kondisi yang sulit itupun, Nabi saw. menasehati sahabatnya
untuk tidak khawatir dan mengingatkannya untuk meyakini Allah,
“Jikalau kamu tidak menolongnya
(Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu)
ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekkah) mengeluarkannya (dari Mekkah)
sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di
waktu ia berkata kepada temannya, ‘Janganlah kamu berduka cita,
sesungguhnya Allah bersama kita.’ Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya
kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak
melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang
rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana.” (at-Taubah: 40)
Satu-satunya alasan mengapa Nabi saw.
tidak merasa ketakutan atau tertekan saat hidupnya jelas-jelas dalam bahaya
adalah karena keyakinannya pada Allah, bahwa Dia menetapkan takdir seseorang untuk
maksud tertentu. Pada akhirnya, beliau sampai di Madinah dengan selamat, dan
dengan demikian dimulailah babak hijrah, sebuah titik tolak sejarah Islam.
Akhlaq Mulia Nabi Musa a.s.
Al-Qur`an menunjukkan
kisah perjuangan Nabi musa menghadapi Fir’aun yang dikenal sebagai penguasa
yang paling zalim dalam sejarah. Fir’aun merespon panggilan Allah yang
disampaikan kepadanya lewat Nabi Musa a.s. dengan ancaman siksaan. Tingginya
akhlaq dan keyakinan Nabi Musa a.s. kepada Allah- yang menggunakan berbagai
cara untuk mengajaknya ke jalan yang benar adalah sebuah contoh bagi semua
orang beriman. Al-Qur`an menjelaskan masa kenabian Nabi Musa sebagai berikut:
Fir’aun yang berkuasa di Mesir memberlakukan kekuasaan absolut atas rakyat Bani
Israil. Di sisi lain, Musa a.s. dan kaumnya adalah kaum minoritas di negeri
itu. Karena itulah, dari sudut pandang orang bodoh yang menilai sesuatu hanya
dari penampakannya, ia akan salah mengira bahwa kekuatan dan kekuasaan akan menang.
Ia mengira Fir’aun yang akan menang. Namun itu semua adalah delusi karena Allah
memerintahkan hal berikut:
“Allah telah menetapkan, ‘Aku dan
rasul-Ku pasti menang’. Sesungguhnya, Allah
Mahakuat lagi Mahaperkasa’.
(al-Mujadalah: 21)
Allah menepati janji-Nya pada para Nabi
dan memberikan kemenangan kepada Nabi Musa a.s. dalam melawan Fir’aun. Allah
membantunya sebagaimana saudaranya Harun, dengan sebaik baik perlindungan-Nya.
Dan Allah memberikan mukjizat kepada Musa a.s. untuk menempa dan mengistimewakan
Musa dari yang lain dengan berbicara langsung kepadanya. Kita dapat mengambil pelajaran dari perjuangan Nabi Musa
sebagaimana dituliskan di dalam Al-Qur`an. Hal ini jelas menunjukkan bagaimana
sesuatu yang mungkin muncul bagi orang-orang mukmin dengan seijinAllah dapat
segera menjadi keberkahan bagi mereka. Ada sebuah peritiwa ketika Fira’aun dan
pasukannya berniat menangkap Musa a.s. dan kaumnya setelah melewati Mesir. Saat
orang-orang Bani Israil telah mencapai lautan, Fir’aun dan tentaranya hampir
saja menangkap mereka. Pada saat itu, kalimat Nabi Musa a.s. sangatlah ajaib.
Walau Fir’aun dan tentaranya nyaris menangkap mereka, dan tak ada lagi kesempatan
menyelamatkan diri, Musa tidak putus asa akan pertolongan Allah. Ia
mempertahankan kesabaran yang patut dicontoh. Kisah ini diceritakan di dalam
Al-Qur`an sebagai berikut:
“Maka Fir’aun dan bala tentaranya dapat
menyusul mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling
melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, ‘Sesungguhnya, kita benar-benar
akan tersusul.’ Musa menjawab, ‘Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya
Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku’. Lalu kami
wahyukan kepada Musa, ‘Pukullah lautan itu dengan tongkatmu’. Maka terbelahlah
lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. Dan di
sanalah Kami dekatkan golongan yang lain itu. Sesungguhnya, pada yang demikian
itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat) dan tetapi adalah
kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah
Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.” (asy-Syu’araa`:
60-68)
Dalam kisah ini, kita diminta untuk
memperhatikan sifat-sifat utama Nabi Musa a.s.. Selama perjuangannya yang
sulit, ia terus-menerus mengingat pertolongan Allah, melihat kebaikan dalam segala
hal yang menimpanya, dan bahwa di saat ujian terberatnya, berusaha untuk
mempercayai Allah dan menjaga kesetiaannya kepada-Nya.
Kepatuhan Nabi Yusuf a.s. Di dalam
Al-Qur`an
Salah satu contoh yang
indah tentang perubahan situasi yang merugikan menjadi berkah bagi orang-orang
beriman, yaitu tentang kehidupan Nabi Yusuf a.s. Nabi Yusuf a.s. sejak kecil
dan sepanjang hidupnya dikenal karena sikapnya yang matang oleh penderitaan dan
kesetiaannya yang luar biasa kepada Allah. Sikapnya dalam menjalani ujian
merupakan contoh yang luar biasa bagi seorang mukmin. Nabi Yusuf a.s. yang
menjadikan Allah sebagai pelindungnya, mencari kebaikan dalam segala hal yang menimpanya.
Ia menyadari bahwa apa pun yang ia hadapi adalah berasal dari Allah. Karena
itulah, sepanjang hidupnya, ia menganggap setiap kesulitan adalah sebuah ujian.
Dan ia selalu yakin dan teguh pendiriannya. Nabi Yusuf a.s. sejak awal
diperlakukan tidak adil oleh saudara-saudaranya yang iri padanya. Mereka
melemparkannya ke sebuah sumur, hingga ia tak dapat pulang dan bertemu ayahnya.
Bagaimanapun juga Allah menyelamatkannya dari sumur itu. Para musafir dengan
karavan mereka lewat dan menolong Yusuf. Mereka menjualnya kepada orang
terkemuka di Mesir. Disebutkan dalam Al-Qur`an bahwa istri majikannya yang
sangat terkesan dengan ketampanan Yusuf berusaha merayunya. Dengan demikian,
Yusuf a.s. sekali lagi diperlakukan tidak adil. Kali ini ia difitnah oleh perempuan
itu. Walaupun penyelidikan yang dilakukan membuktikan bahwa Yusuflah yang
benar, ia tetap dipenjara.
“Kemudian timbul pikiran pada mereka
setelah melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus
memenjarakannya sampai sesuatu waktu.” (Yusuf: 35)
Yusuf a.s. difitnah hanya karena sifat
mulianya. Karena tuduhan itu, Yusuf a.s. tinggal di penjara untuk waktu yang
lama. Ia menunjukkan kesabaran menghadapi semua kesulitan hidup dan tetap yakin
pada Allah. Sebagaimana disebutkan oleh Al-Qur`an, dengan caranya memimpin
dirinya, serta ketundukannya kepada Allah, ia benar-benar menjadi teladan bagi
semua mukmin. Tentu saja Yusuf a.s. menerima pahala terbesar, baik di dunia dan
di akhirat, sebagai balasan kesabaran dan rasa percayanya kepada Allah. Ia menyadari
kebaikan dalam segala yang menimpanya. Allah memberinya kekuasaan atas negeri
yang kaya dan menjadikannya seorang penguasa disana. Kesadarannya akan kebaikan
dalam segala yang terjadi padanya dan do’anya kepada Allah disebutkan di dalam
Al-Qur`an sebagai berikut:
“Dan ia menaikkan kedua ibu-bapaknya ke
atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada
Yusuf. Dan berkatalah Yusuf, ‘Wahai ayahku, inilah ta’bir mimpiku yang dahulu
itu; sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan
aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah
syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya, Tuhanku
Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya, Dialah yang Maha mengetahui
lagi Mahabijaksana. ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku
sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta’bir mimpi. (Ya
Tuhan), Pencipta langit dan bumi. Engkaulah pelindungku di dunia dan di
akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan
orang-orang yang saleh.’” (Yusuf: 100-101)
Sesungguhnya, kisah ini adalah contoh
yang baik tentang pahala yang diterima seorang mukmin sebagai balasan atas
ketulusan dan rasa percayanya kepada Allah. Apapun yag terjadi pada seorang mukmin
yang ikhlas, ia harus berusaha menemukan dan memahami maksud
peristiwa-peristiwa tersebut. Ia harus memohon pertolongan kepada Allah dan
berdo’a untuk itu. Seorang muslim tidak boleh lupa bahwa setiap peristiwa besar
atau kecil, yang mungkin menimpa, tidaklah berarti menyusahkan dirinya.
Sebaliknya, ini adalah merupakan kebenaran takdir, hukum Allah yang kekal abadi.
Allah pasti telah menetapkan segalanya untuk kebaikan orang-orang beriman. Sebagai
sebuah keberkahan yang besar. Di dalam hati orang-orang beriman, Allah dapat
mengungkapkan maksud dan kebaikan dari sebuah kejadian. Tetapi jika tidak
sekalipun, seorang mukmin harus bersabar dan ia harus mengetahui bahwa semua
itu tak lain untuk kebaikan.**
Janji Allah dan Pertolongannya bagi
Orang-Orang Beriman
Sebagaimana dinyatakan
dalam Al-Qur`an,
“Kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya).”
(ar Ra’ad: 1),
berarti bahwa orang-orang kafir biasanya
menjadi mayoritas manusia di muka bumi. Mereka selalu lebih banyak
jumlahnya dari orang-orang beriman. Itulah mengapa orang-orang bodoh itu
menyangka dirinya berada di jalan yang benar. Kekayaan materi telah menipu
mereka dengan kepastian yang palsu. Menyadari bahwa hanya penampakan
benda-benda itulah yang membuat mereka salah mengira bahwa diri mereka
hebat. Namun, tetap ada kenyataan yang sama sekali tidak mereka sadari. Janji
dan bantuan Allah kepada orang-orang beriman,
“(Yaitu) orang-orang yang
menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang
mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata, ‘Bukankah
kami (turut berperang) bersama kamu? Dan jka orang-orang yang kafir mendapat keberuntungan
(kemenangan) mereka berkata, ‘Bukanlah kami turut memenangkanmu, dan membela
kamu dari orang-orang yang beriman?’. Maka Allah akan memberi keputusan di antara
kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada
orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (an-Nisaa`: 141)
Di sisi lain, kaum kafir dan munafik
menyembunyikan berbagai macam ketakutan. Mereka begitu prihatin karena tidak
memiliki keimanan kepada Allah. Mereka menyembah Tuhan selain Allah, dan meyakini
bahwa sebuah peristiwa terjadi secara kebetulan. Ini sebenarnya ketakutan yang
Allah tanamkan di dalam hati mereka yang memerangi orang-orang beriman.
“(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan
kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya, Aku bersama kamu, maka teguhkankanlah
(pendirian) orang-orang yang telah beriman’. Kelak akan Aku jatuhkan rasa
ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir.” (al-Anfal: 12)
Bantuan dan pertolongan yang ditawarkan
Allah kepada orang-orang beriman terus ada sepanjang hidup mereka. Sepanjang
sejarah dan dalam berbagai cara, Allah telah memberikan pertolongannya kepada
orang-orang beriman. Dalam beberapa kesempatan, Allah memberikan mukjizat kepada
para Nabi-Nya, dalam kesempatan lain Ia membantu kaum muslimin dengan pasukan
yang tak terlihat, para malaikat, atau melalui kejadian alam. Kadangkala Ia
memberikan mukjizat kepada para Nabi-Nya, dalam kesempatan lain Ia menolong
kaum muslimin dengan pasukan yang tak nampak, malaikat, atau peristiwa alam.
Bahkan sering pula dengan kejadian-kejadian yang tidak terlihat. Beberapa
contoh disebutkan di dalam Al-Qur`an sebagai berikut,
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah
akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu
tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang
tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu
kerjakan.” (al-Ahzab: 9)
“(Ingatlah), ketika kamu memohon
pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu, ‘Sesungguhnya, Aku
akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang
berturut-turut.” (al-Anfaal: 9)
“Sesungguhnya, telah ada tanda bagi kamu
pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan
Allah dan (segolongan) yagn lain kafir yang dengan mata kepala melihat
(seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan
dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya, pada yang demikian
itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.”
(Ali Imran: 13)
Semua Makar Yang Direncanakan atas Kaum
Muslimin Dihancurkan Sejak Awal
Kaum kafir melakukan segala macam tipuan
dalam perjuangan mereka melawan kaum muslimin. Salah satu cara yang paling
sering mereka gunakan adalah bersekutu melawan kaum muslimin. Orang-orang kafir
yakin bahwa mereka akan menang karena mereka adalah mayoritas, dan merekalah
yang membuat makar rahasia. Mereka tidak tahu bahwa Allah melihat apa yang
mereka rencanakan. Mereka benar-benar lupa bahwa Allah lebih dekat kepada
seseorang daripada urat lehernya sendiri. Walaupun mereka menyimpan rahasia
itu, ataupun mereka nyatakan terang-terangan, Allah mengetahui apa yang ada di
hati mereka. Allah tahu setiap hal kecil dari pikiran seseorang, dan Ia pun
mengetahui setiap rencana yang mereka buat. Yang lebih penting lagi, Allah Yang
Maha Mengetahui mengatakan kepada kita bahwa Ia telah mengacaukan rencana kaum
kafir sejak semula. Tak peduli betapa rahasianya rencana tersebut. Semua makar
atas kaum muslimin digagalkan sejak awal mereka merencanakannya.
“Allah melemahkan tipu daya orang-orang
yang kafir.” (al-Anfal: 18)
“Dan sesungguhnya mereka telah membuat
makar yang besar padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. Dan
sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap
karenanya.” (Ibrahim: 46)
Sebagai tambahan, Allah mengatakan
kepada kita bahwa rencana yang demikian tidak akan merugikan kaum mukminin, dan
bahwa pada akhirnya mereka akan termakan rencana jahat mereka sendiri,
“Karena kesombongan (mereka) di muka
bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan
menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka
nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada
orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat
penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui
penyimpangan bagi sunnah Allah itu.” (Faathir: 43)
Orang-orang beriman
yakin pada janji Allah (bahwa Ia akan menggagalkan makar orang-orang kafir).
Menyadari bahwa pertolongan Allah selalu bersama mereka, mereka hidup dalam ketenangan.
Sebagaimana telah ditekankan sejauh ini, berkat kepasrahan, mereka dapat
melihat kebaikan dan maksud setiap kejadian yang mereka hadapi; dan bahkan jika
mereka gagal melihatnya, mereka percaya sepenuhnya bahwa setiap peristiwa pada
akhirnya akan menjadi kebaikan bagi orang-orang beriman.
Golongan Allahlah yang Menang!
Allah menjanjikan
banyak pahala atas usaha kita untuk selalu menemukan kebaikan dan selalu yakin
kepada-Nya, bahkan dalam peristiwa yang buruk sekalipun.
“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati
Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan,
‘Sesungguhnya, manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena
itu takutlah kepada mereka’, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan
mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah
sebaik-baik Pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang
besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti
keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Ali Imran: 173-174)
Ingatkan diri kita bahwa orang-orang
beriman selalu menang. Bagaimanapun juga, semua penderitaan hanyalah sebuah
ujian dari Allah bagi orang-orang beriman. Sebagaimana telah disebutkan di
awal, ujian adalah bagian dari rencana Ilahiah untuk membedakan mukmin sejati
dari mereka yang lemah imannya. Orang-orang beriman yang meyakini Allah
bersabar dan melihat kebaikan dalam semua yang terjadi, mereka terus menerus
menujukkan kesetiaan dan keyakinan mereka kepada Allah. Merekalah yang akan
mendapatkan keridhaan Allah, baik di dunia ini ataupun di akhirat nanti.
“Dan barangsiapa mengambil Allah,
Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi
penolongnya, maka seseungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti
menang.”
(al-Maa`idah: 56)
Kesimpulan
Orang-orang beriman
sepenuhnya hidup dalam kepatuhan kepada Allah. Mereka menyadari bahwa
dalam setiap detik kehidupannya segala hal diciptakan oleh Allah dan telah
ditentukan sebelumnya oleh Dia dengan rencana tertentu. Walaupun
orang-orang beriman dapat menghadapi segala macam kesulitan dan cobaan
sepanjang hidupnya, mereka tidak pernah menyesal dan berkata, “seandainya
ini tidak terjadi padaku”. Mereka percaya bahwa suatu tujuan Ilahiah dan
kebaikan akan ditemukan dalam setiap kejadian. Karena itulah, bahkan
dalam keadaan yang sangat menekan, mereka hidup dalam kedamaian pikiran.
Bagaimanapun juga, kaum kafir yang tidak menyadari kebenaran ini, merasa
sangat khawatir saat berhadapan dengan sebuah peristiwa yang menurut mereka
buruk. Keputusasaan menghantui hidup mereka. Sesuai fitrah, kenyataannya
manusia tidak henti-hentinya mencari kedamaian dan kenyamanan hidup dari
penderitaan fisik dan spiritual yang disebabkan oleh kesulitan, stress,
dan kesedihan. Namun kepedihan, tekanan, dan keputusasaan yang ditimpakan
kepada seseorang yang tidak yakin kepada Allah atau tidak mencoba
melihat kebaikan dalam apa yang menimpanya, akan sangat mengganggu
hidupnya. Ia tidak akan dapat membebaskan dirinya dari ketakutan akan
masa depan, kematian, dan kemiskinan. Keselamatan manusia hanyalah
didapat dengan mengingat bahwa Allah menciptakan setiap kejadian demi
tujuan-tujuan Ilahiah dan kebaikan tertentu. Seorang mukmin meyakini
keimanannya kepada Allah dengan sebenar-benarnya iman, karena ia
memahami hal tersebut. Ia bersikap sebagai hamba sejati bukan hanya
karena ia bertahan dalam keadaan ini, tetapi ia menjalaninya dengan penuh kesabaran.
Selalu berusaha dekat dengan Allah, berdo’a, dan meyakini-Nya, serta berharap
bahwa segalanya datang dari Allah, adalah merupakan sifat-sifat istimewa
orang-orang beriman. Di dunia ini, tempat dimana kita menunggu dibukanya
gerbang surga, seorang mukmin menghadapi berbagai macam keadaan sebagai
bagian dari cobaan hidupnya. Selama cobaan ini, ia memimpin dirinya
dengan tanggung jawab kepada Allah dan berusaha keras untuk mendapatkan keridhaan
Allah dan surga-Nya. Ia menjauhi nereka, takut kepada Allah, dan melihat
kebaikan dalam segala yang terjadi pada diri dan sekitarnya. Walaupun
misalnya ia tidak dapat melihat kebaikan itu, ia selalu ingat bahwa
Allah-lah yang mengetahui segalanya, bagaimanapun keadaannya. Seorang mukmin
adalah suatu zat yang telah diturunkan ke dunia dari surga melalui
ketiadaan waktu. Itulah dalam pandangan Allah. Di sinilah ia tinggal
untuk jangka waktu yang singkat, sampai ia diijinkan Allah untuk masuk
ke dalam peristirahatan terakhirnya. Allah mengatakan kepada kita tentang
sebuah peritiwa yang pasti akan terjadi pada hamba-Nya yang takut pada-Nya
dan selalu melaksanakan tugas-tugas dari-Nya.
“Dan orang-orang yang bertaqwa kepada
Tuhan dibawa ke dalam surge berombonganrombongan (pula). Sehingga apabila
mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah
kepada mereka penjaga-penjaganya, ‘Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu,
Berbahagialah kamu! Maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya.’
Dan mereka mengucapkan, ‘Segala puji bagi Allah yang telah memenuhijanji-Nya
kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami
(diperkenankan) menempati tempat dalam surga di mana saja yang kami kehendaki.’
Maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi orangorang yang beramal. Dan kamu
(Muhammad) akan melihat malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling ‘Arsy bertasbih
sambil memuji Tuhannya; dan diberi putusan di antara hamba-hamba Allah dengan
adil dan diucapkan, ‘Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.’” (az Zumar:
73-75)
Kesalahpahaman Teori Evolusi
Setiap detail alam
semesta ini menunjukkan sebuah ciptaan yang luar biasa. Sementara materialisme
yang menafikan fakta penciptaan alam semesta tak ada artinya kecuali sebuah
pemikiran yang keliru dan tidak ilmiah. Sekali materialisme dinyatakan tidak
sah, semua terori lainnya yang berbasis pada filosofi materialisme membuatnya
tak berdasar. Terlebih lagi teori Darwin, yakni teori evolusi. Teori yang berargumen
bahwa kehidupan berasal dari materi yang mati secara kebetulan ini telah
dijatuhkan oleh penemuan bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan. Seorang astro-fisikawan
Amerika, Hugh Ross, menjelaskan hal tersebut: “Ateisme, Darwinisme, dan
isme-isme lainnya yang berasal dari filsafat abad ke-19 sampai 20 dibangun atas
asumsi yang salah yaitu bahwa alam semesta adalah tak terbatas. Keanehan
tersebut telah membawa kita berhadapan dengan penyebab –atau yang menyebabkan-
di luar/ di balik/ sebelum adanya alam semesta dan semua yang dikandungnya,
termasuk kehidupan itu sendiri.”1 Allah-lah yang menciptakan alam semesta dan
merencanakannya hingga detail terkecil. Karena itulah, mustahil teori yang
berpendapat bahwa makhluk hidup tidak diciptakan oleh Tuhan melainkan berasal
dari kebetulan itu adalah benar. Tak heran, ketika mempelajari teori evolusi,
kita melihat bahwa teori ini dibantah oleh Menemuan-penemuan ilmiah. Konstruksi
kehidupan ini benar-benar rumit. Dalam alam benda mati misalnya, kita dapat
melihat betapa sensitifnya keseimbangan atom. Kita dapat mengamati dalam konstruksi
kompleks yang di dalamnya atom-atom tersebut menyatu. Bagaimana luar biasanya mekanisme
dan struktur protein, enzim, dan sel. Konstruksi yang luar biasa dalam
kehidupan ini mematahkan teori Darwin di akhir abad ke-20. Kita telah membahas
masalah ini secara detail dalam beberapa studi lainnya, dan masih akan terus
dibahas lagi. Bagaimanapun juga, kami memganggap bahwa akan sangatlah membantu
jika dibuat ringkasan tentang subjek
yang penting ini.
Runtuhnya Keilmiahan Darwinisme
Meskipu doktrinnya
bermula sejak zaman Yunani kuno, teori Evolusi dimodifikasi pada abad ke-19.
Perkembangan terpenting yang membuat teori ini menjadi topik yang paling
terkenal di dunia sains adalah buku Charles Darwin yang berjudul “The Origin of
Species” (Asal Usul Spesies) yang diterbitkan di tahun 1859. Di dalam buku ini,
Darwin menafikan bahwa spesies hidup yang berbeda di bumi ini diciptakan secara
terpisah sendiri oleh Tuhan. Menurut Darwin, semua makhluk hidup memiliki nenek
moyang yang sama dan mereka dianekaragamkan selama beberapa waktu melalui pengubahan
secara berangsur-angsur. Teori Darwin tidak didasarkan pada penemuan ilmiah
yang konkrit. Sebagaimana yang dikatakan Darwin, teori tersebut hanyalah sebuah
asumsi. Terlebih lagi, ia menyatakan dalam salah satu bab dalam bukunya yang
berjudul “Kesulitan Teori ini” bahwa teori ini jatuh karena banyaknya
pertanyaan yang kritis. Darwin menginvestigasi semua kemungkinan dalam penemuan
ilmiah baru yang diharapkannya dapat menyelesaikan kesulitan teori ini. Namun
sebaliknya, penemuan-penemuan ilmiah memperluas dimensi kesulitan tesebut. Kekalahan
Darwinisme oleh sains dapat dilihat lagi pada tiga hal mendasar:
1. Dengan cara apapun, teori tersebut
tidak mampu menjelaskan bagaimana kehidupan bermula di bumi.
2. Tidak ada penemuan ilmiah yang
menujukkan bahwa ‘mekanisme evolusi’ yang diajukan oleh teori tersebut. Temuan
itu pun tidak memiliki kekuatan untuk berevolusi sama sekali.
3. Catatan fosil benar-benar menunjukkan
kebalikan dari teori evolusi. Dalam bagian ini kita akan mempelajari tiga hal
dasar dalam bahasan umum:
Asal Usul Kehidupan
Teori evolusi menyatakan
bahwa semua spesies makhluk hidup berevolusi dari sebuah sel tunggal hidup yang
ada di bumi purba 3,8 miliar tahun yang lalu, di mana sebuah sel dapat menghasilkan
miliaran spesies hidup yang kompleks. Jika evolusi itu benar-benar terjadi,
mengapa jejaknya tidak terdapat dalam catatan fosil. Ini merupakan pertanyaan
yang tak dapat dijawab oleh teori Darwin. Bagaimanapun juga, hal pertama dan
utama yang perlu dipertanyakan dari proses evolusi tersebut adalah: Bagaimana
pertama kali kehidupan bermula?.
Karena toeri evolusi menafikan
penciptaan dan tidak menerima intervensi supranatural apapun, teori ini tetap
manganggap bahwa sel pertama terjadi secara kebetulan karena hukum alam, tanpa perencanaan
ataupun pengaturan tertentu. Menurut teori tersebut, materi mati mestinya memproduksi
sel hidup karena kebetulan semata. Ini adalah pernyataan yang tidak konsisten
bahkan dengan hokum biologi yang paling tidak dapat disangkal.
Kehidupan Berasal dari Kehidupan
Dalam bukunya, Darwin
tidak pernah mengacu kepada asal usul kehidupan. Pada masa Darwin, pemahaman
sains yang primitif bersandarkan pada asumsi bahwa makhluk hidup memiliki
struktur yang sangat sederhana. Sejak abad pertengahan, teori penurunan spontan
(spontaneous regeneration) telah diterima oleh masyarakat luas. Teori ini
menyatakan bahwa materi tak hidup muncul bersamasama untuk membentuk organisme
hidup. Orang percaya bahwa serangga berasal dari makanan basi, dan tikus
berasal dari gandum. Eksperimen-eksperimen yang menarik dilakukan untuk
membuktikan teori ini. Sedikit gandum diletakkan pada sepotong pakaian kotor,
orang meyakini tikus akan muncul dari sana. Semikian pula, ulat yang muncul
pada daging diasumsikan sebagai bukti teori tersebut. Bagaimanapun juga, hanya
beberapa waktu kemudian dipahami bahwa ulat tidak muncul dengan tiba-tiba melainkan
dibawa oleh lalat dalam bentuk larva yang tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang. Bahkan dalam saat Darwin menulis “The Origin of Species”,
kepercayaan bahwa bakteri muncul dari materi tak hidup diterima luas di
kalangan ilmuwan. Bagaimanapun juga, lima tahun setelah publikasi buku Darwin,
Louis Pasteur mengumumkan hasil eksperimennya setelah lama mempelajari.
Eksperimennya membantah teori “Penurunan spontan” yang merupakan inti teori
Darwin. Dalam kuliahnya yang gemilang di Sorborne pada tahun 1864, Pasteur
berkata, “Doktrin penurunan spontan tidak akan pernah bangkit dari pukulan
yang mematikan dari eksperimen sederhana ini.”
Para pembela teori evousi menolak
penemuan Pastueur untuk waktu yang cukup lama. Bagaimanapun, seiring
perkembangan sains mengurai kerumitan struktur sel makhluk hidup, ide bahwa kehidupan
muncul secara kebetulan itu menghadapi kebuntuan yang lebih besar lagi.
Usaha-usaha yang Tidak Meyakinkan di
Abad ke-20
Para evolusionis awal
yang membahas subjek asal-usul kehidupan di abad ke-20 adalah biolog Rusia
terkenal, Alexander Oparin. Pada tahun 1930an, ia mencoba membuktikan bahwa sel
makhluk hidup dapat berasal dari kebetulan semata. Bagamanapun juga,
studi ini kemudian gagal, dan Oparin harus mengakui hal ini: “Sayangnya,
asal usul sel mungkin merupakan masalah yang paling tidak jelas di
antara keseluruhan studi evolusi organisme. Para evolusionis pengikut
Oparin mencoba melakukan eksperimen untuk memunculkan masalah asal-usul kehidupan.
Eksperimen yang paling terkenal dilakukan oleh seorang ahli kimia, Stanley Miller
pada tahun 1953. Ia mengkombinasikan gas-gas yang diduga keras ada pada
atmosfer bumi purba dalam sebuah eksperimen yang telah diatur sedemikian rupa.
Dengan menambahkan energi pada campuran tersebut, Miller mensintesiskan
beberapa molekul organik (asam amino) yang ada dari dalam struktur protein. Baru
saja beberapa tahun berlalu sebelum ditemukan bahwa eksperimen yang kemudian ditunjukkan
sebagai sebuah langkah yang penting atas nama
volusi, tidaklah sah. Atmosfer yang digunakan dalam eksperimen tersebut
sangatlah berbeda dari kondisi bumi sebenarnya. Setelah cukup lama membisu,
Miller mengatakan bahwa media yang digunakan dalam eksperimennya tidaklah
realistis. Semua usaha evolusionis sepanjang abad ke -20 untuk menjelaskan
asal-usul kehidupan bermuara pada kesimpulan bahwa organisme hidup yang
kelihatannya sederhanapun memiliki struktur yang kompleks. Sel makhluk
hidup ternyata lebih rumit daripada semua produk teknologi yang dibuat oleh manusia.
Bahkan kini, lab yang paling modern di muka bumipun tidak dapat menghasilkan
sebuah sel hidup dengan menyatukan materi-materi tak hidup. Kondisi
yang diperlukan untuk membentuk sebuah sel sangatlah sulit untuk dijelaskan
hanya dengan peristiwa kebetulan saja. Peluang protein (dinding pemisah
sel) untuk disintesiskan secara kebetulan adalah 1:10950, karena sebuah
protein biasanya terdiri dari 500 asam amino. Secara matematis,
peluangnya kurang dari 1:1050, praktis tidak mungkin. Molekul DNA yang
tidak terdapat di dalam inti sel dan menyimpan informasi genetis ini adalah sebuah
bank data yang menakjubkan. Diperhitungkan bahwa jika informasi yang dikodekan
di dalam DNA ditulis, maka akan memenuhi sebuah perpustakaan raksasa
yang terdiri dari 900 volume ensiklopedi yang terdiri dari 500 halaman.
Dari sinilah, sebuah dilema yang menarik muncul: DNA hanya dapat mereplika
diri dengan bantuan protein-protein khusus (enzim). Bagaimanapun,
sintesa enzim-enzim tersebut hanya dapat direalisasikan dengan informasi yang
dikodekan di dalam DNA. Karena mereka bergantung satu sama lainnya, mereka
haruslah ada dalam waktu yang bersamaan untuk penggandaan dirinya. Hal ini menimbulkan
skenario bahwa kehidupan yang berawal dari dirinya sendiri menemui kebuntuan.
Prof. Leslie Orgel, seorang evolusionis dari Universitas San Diego, California,
mengakui fakta tersebut dalam sebuah majalah sains Amerika edisi bulan
September 1994, “Benar-benar mustahil bahwa protein dan asam nukleat, yang
rumit secara struktural, muncul dengan tiba-tiba di waktu dan tempat yang sama.
Namun juga mustahil ada salah satu saja. Dan demikianlah, sekilas saja
seseorang dapat menyimpulkan bahwa kehidupan tidak akan pernah bermula dari
materi-materi kimia.” Tak diragukan lagi, jika kehidupan mustahil bermula dari
sebab-sebab alamiah maka harus diterima ahwa
kehidupan diciptakan secara supranatural. Fakta tersebut dengan terang-terangan
mematahkan teori evolusi yang tujuan utamanya adalah untuk menafikan fakta
penciptaan.
Mekanisme Khayalan Teori Evolusi
Hal kedua yang
mematahkan teori Darwin adalah bahwa konsep yang diajukan oleh teori Evolusi sebagai
‘mekanisme evolusioner’ kenyataannya tidak memiliki kekuatan evolusi. Darwin
mendasarkan penyebutan teori evolusinya sepenuhnya pada mekanisme ‘seleksi
alam’. Pentingnya ia mengajukan mekanisme ini adalah bukti atas nama bukunya:
“The Origin of Species, By means of Natural Selection.” (Asal Usul Spesies
Melalui Seleksi Alam). Seleksi alam meyakini bahwa benda-benda hidup yang lebih
kuat dan lebih sesuai dengan kondisi alam dalam habitat mereka akan selamat
dalam perjuangan hidupnya. Misalnya, sekawanan kijang yang terancam serangan
binatang buas. Mereka yang dapat berlari lebih kencang akan bertahan hidup. Karena
itulah, sekawanan kijang akan dibandingkan dari kecepatan dan kekuatan
masing-masingnya. Bagaimanapun juga, tak perlu dipertanyakan lagi, mekanisme
ini tidak akan menyebabkan kijang berevolusi dan mengubah diri mereka menjadi
makhluk spesies lain, misalnya kuda. Maka dari itu, mekanisme seleksi alam
tidak memiliki kekuatan evolusioner. Darwin juga menyadari fakta ini dan
menyatakan dalam bukunya “The Origin of Species”. Seleksi alam tidak berarti
apa pun sampai muncul perbedaan atau variasi inividual yang menguntungkan.
Pengaruh Lamarck
Jadi, bagaimana mungkin
variasi yang menguntungkan ini terjadi? Darwin mencoba menjawab pertanyaan ini
dari sudut pandang pemahaman sains yang primitif di masa dia hidup. Menurut
biolog Perancis, Lamarck yang hidup sebelum Darwin, makhluk hidup mewarisi
sifat untuk generasi selanjutnya yang didapatkan selama hidup mereka. Sifat
yang terakumulasi dari satu generasi ke generasi lainnya menyebabkan
terbentuknya spesies baru. Sebagai contoh, menurut Lamarck, jarapah berevolusi
dari antelop. Karena mereka berusaha memakan dedaunan dari pohon yang tinggi,
dari generasi ke generasi leher mereka mulai memanjang. Darwin juga memberikan
contoh yang sama dalam bukunya, “The Origin of Species”, misalnya dikatakan
bahwa beberapa beruang yang masuk ke dalam air untuk mencari makanan berubah
bentuk menjadi ikan paus setelah beberapa lama. Bagaimanapun juga, hukum
pewarisan yang ditemukan oleh Mendel dan dikuatkan oleh ilmu generika yang
ditemukan di abad ke-20 benar-benar menghancurkan legenda bahwa sifat pembawaan
diwariskan kepada generasi selanjutnya. Jadi, teori seleksi alam gagal menolong
mekanisme evolusionis.
Neo-Darwinisme dan Mutasi
Untuk mencari jalan
keluar, pada akhir tahun 1930an para Darwinis mengembangkan “Teori Sintesis
Modern” atau yang biasanya dikenal sebagai Neo-Darwinisme. Teori ini
menambahkan mutasi, yaitu penyimpangan yang terjadi pada gen makhluk hidup
karena faktor-faktor eksternal seperti radiasi atau kesalahan replika sebagai
“penyebab variasi yang menguntungkan” dalam penambahan pada mutasi natural. Kini,
model yang berdasar pada evolusi adalah Neo-Darwinisme. Teori ini
mempertahankan bahwa jutaan makhluk hidup yang ada di bumi terbentuk sebagai
hasil dari proses yang darinya sejumlah organisme-organisme rumit seperti
telinga, mata, jantung, dan sayap, mengalami mutasi (kekacauan genetis). Namun,
ada fakta ilmiah yang sama sekali palsu, dan benar-benar meruntuhkan teori ini.
Mutasi tidak menyebabkan munculnya makhluk hidup. Sebaliknya, mutasi selalu membahayakan
makhluk hidup. Alasannya sangat sederhana: DNA memiliki struktur yang sangat
rumit dan efek acak pada DNA tersebut hanya akan membahayakan. Ahli genetika
Amerika, B. G. Ranganathan menjelaskan haltersebut sebagai berikut:
“Pertama, mutasi asli sangatlah jarang
terjadi di alam ini. Kedua, kebanyakan mutasi berbahaya karena perubahannya
yang acak, tidak teratur dalam struktur gen. Perubahan secara acak seperti apa
pun dalam sebuah sistem yang sangat teratur akan mengakibatkan perubahan yang
sangat buruk, tidak akan lebih baik. Sebagai contoh, jika gempa mengguncangkan
sebuah struktur yang sangat teratur seperti sebuah bangunan, tidak akan ada
perubahan secara acak atas bangunan tersebut dengan segala kemungkinannya, dan
tidak akan terjadi perbaikan.” Tak mengherankan, tak ada satu pun ditemukan
mutasi yang berguna, yaitu yang menghasilkan kode genetik. Semua mutasi telah
terbukti membahayakan. Telah dimengerti bahwa mutasi yang diajukan sebagai
“Mekanisme evolusi” sebenarnya adalah sebuah perisitwa genetis yang membahayakan
makhluk hidup, dan menjadikan mereka cacat. (Pengaruh mutasi yang paling sering
terjadi pada manusia adalah kanker). Tak disangsikan lagi, mekanisme destruktif
tidak mungkin menjadi sebuah “mekanisme evolusioner”. Sebaliknya, seleksi
natural “tidak dapat melakukan apa pun” seperti yang juga diterima oleh Darwin.
Fakta ini menunjukkan kepada kita bahwa tidak ada “mekanisme evolusioner” di
alam. Karena tidak ada mekanisme evolusioner, tidak ada proses khayalan apa pun
yang disebut evolusi itu pernah terjadi.
Catatan Fosil: Tidak Ada Tanda
Bentuk-Bentuk Peralihan
Catatan fosil merupakan
bukti yang paling jelas bahwa skenario yang dibuat oleh teori evolusi tidaklah
berlaku. Menurut teori evolusi, setiap spesies hidup telah bersumber dari
pendahulunya. Spesies yang ada sebelumnya berubah menjadi spesies lain selama
beberpa waktu dan semua spesies muncul dengan cara
demikian. Menurut teori tersebut,
perubahan bentuk ini berlangsung secara berangsur-angsur selama jutaan tahun. Jika
demikian halnya, maka sejumlah spesies peralihan harusnya ada dan hidup pada
masa perubahan bentuk yang lama ini. Sebagai contoh, sejumlah reptil setengah
ikan yang menghasilkan sejumlah ciri reptil sebagai tambahan dari ciri-ciri
ikan yang ada pada mereka, seharusnya hidup di masa lalu. Atau harusnya ada sejumlah
burung-reptil yang menghasilkan ciri-ciri burung dalam ciri-ciri reptil yang
ada. Karena makhluk-makhluk ini ada dalam fase peralihan, mereka seharusnya
cacat, tidak sempurna, dan timpang. Para evolusionis menunjuk pada
makhluk-mahkluk khayalan yang mereka yakini hidup di masa lalu sebagai
bentuk-bentuk peralihan ini. Jika binatang-binatang yang demikian pernah
benar-benar hidup, seharusnya jumlah dan jenis mereka miliaran. Terlebih lagi,
sisa-sisa makhluk aneh ini harusnya ada dalam catatan fosil. Dalam “The Origin
of Species”, Darwin menjelaskan, “Jika teori saya benar, makhluk jenis
peralihan yang tidak ditemukan –yang menghubungkan semua spesies dalam kelompok
yang sama ini haruslah ada. Oleh karena itu, bukti keberadaan mereka dulu dapat
ditemukan hanya di antara sisa-sisa fosil.”
Harapan Darwin Hancur
Bagaimanapun juga, para
evolusionis telah melakukan usaha yang sangat keras untuk menemukan fosil di
seluruh dunia sejak pertengahan abad ke-19, namun tidak ada bentuk peralihan yang
ditemukan. Tidak sesuai dengan harapan para evolusionis, semua fosil yang
digali menunjukkan bahwa kehidupan muncul di bumi dengan tiba-tiba dan
terbentuk dengan sempurna. Seorang paleontolog Inggris terkenal, Derek V. Ager,
mengakui fakta ini, walaupun ia adalah
seorang evolusionis,
“Masalah muncul saat kita memperlajari
catatan fosil secara terperinci, baik dalam tingkat urutan ataupun spesiesnya.
Kita akan menemukan bukan evolusi yang berangsur-angsur melainkan ledakan tiba-tiba sekelompok makhluk
hidup saat makhluk jenis lain menghilang.”
Ini berarti bahwa catatan fosil semua
spesies hidup tiba-tiba muncul dalam bentuk yang sempurna, tanpa adanya
bentuk-bentuk peralihan di antaranya. Ini adalah kebalikan asumsi Darwin. Juga
menjadi bukti yang kuat bahwa mahkluk hidup adalah diciptakan. Satu-satunya
penjelasan dari munculnya spesies makhluk hidup secara tiba-tiba dan sempurna
tanpa adanya bentuk-bentuk peralihan di antaranya adalah bahwa makhluk-makhluk
tersebut diciptakan. Ini adalah kebalikan dari asumsi Darwin. Ini juga
merupakan bukti yang kuat bahwa makhluk hidup itu diciptakan. Satu-satunya penjelasan
yang memungkinkan dari munculnya makhluk hidup secara tiba-tiba dan dalam
bentuk sempurna tanpa nenek moyang evolusioner adalah bahwa spesies tersebut
diciptakan. Fakta ini juga diakui oleh biolog evolusionis, Douglas Futuyma, “Antara
ciptaan dan evolusi ada penjelasan yang mungkin atas asal-usul makhluk hidup. Organisme
yang muncul di bumi berkembang dengan sempurna. Jika mereka tidak berkembang sempurna,
mereka pasti berkembang dari spesies yang belum ada melalui beberapa proses
modifikasi.
Jika mereka muncul dalam bentuk yang
sempurna, sesungguhnya mereka tercipta oleh sebuah kekuatan cerdas Yang Maha
Kuasa.”
Fosil-fosil menujukkan bahwa
makhluk-makhluk hidup muncul di bumi dalam bentuk sempurna dan maju. Itu
berarti bahwa “Asal-Usul Spesies” adalah berlawanan dengan anggapan Darwin, bukan
disebabkan oleh proses evolusi melainkan karena ciptaan.
Dongeng Evolusi Manusia
Masalah yang sering
dimunculkan untuk membela teori evolusi adalah masalah asal-usul manusia. Klaim
para Darwinis menyatakan bahwa manusia modern masa kini berevolusi dengan makhluk
sejenis kera. Selama proses evolusi yang diperkirakan dimulai sekitar 4-5 tahun
yang lalu, diklaim bahwa ada beberapa bentuk transisi antara manusia modern dan
nenek moyangnya. Menurut skenario evolusiner khayalan ini, empat kategori
dasarnya adalah:
1. Austrapithecus
2. Homo Habilis
3. Homo Erectus
4. Homo Sapiens
Para evolusionis menamakan nenek moyang
manusia yang mirip kera ini dengan nama “austrapithecus” yang berarti “kera
arika Utara”. Makhluk jenis ini sebenarnya tak lain adalah spesies kera purba
yang sudah punah. Riset terhadap berbagai spesimen Austrapithecus yang
dilakukan dua ahli anatomi terkenal dari Inggris dan Amerika bernama Lord Solly
Zuckerman dan Prof. Charles Oxnard telah menunjukkan bahwa tulang belulang itu
adalah milik spesies kera biasa yang telah punah dan tidak memiliki kemiripan
dengan manusia.
Para evolusionis
mengklasifikasikan tingkatan evolusi manusia berikutnya sebagai “homo”, yang berarti
“manusia”. Menurut klaim evolusionis, makhluk hidup dalam rangkaian homo lebih
maju dibandingkan dengan Austrapithecus. Para evolusionis merencanakan sebuah
skema evolusi yang menggelikan dengan mengatur fosil-fosil yang berbeda dari
sejenis kera dalam urutan-urutan tertentu. Skema ini adalah khayalan karena
tidak pernah terbukti bahwa ada sebuah hubungan evolusi antara kelas-kelas
makhluk yang berbeda ini. Ernst Mayr, salah seorang pendukung teori evolusi
menuliskan sebuah argumen yang panjang dalam bukunya, bahwa “terutama sekali
teka-teki sejarah seperti asal usul kehidupan atau homo sapiens benar-benar
sulit dan bahkan dapat menentang sebuah penjelasan yang sudah final dan
memuaskan”.
Dengan mengggarisbawahi rangkaian
hubungan dengan “Austrapithecus> Homo Habilis> Homo Erectus> Homo
Sapiens”, para evolusionis menyatakan secara tidak langsung bahwa tiap spesies
tersebut adalah nenek moyang satu sama
lain. Bagaimanapun juga, penemuan terbaru para paleontologis telah menunjukkan
bahwa Austrapithecus, homo habilis, dan homo erectus hidup di bagian bumi yang
berbeda pada saat yang bersamaan. Terlebih lagi, bagian tertentu manusia yang
dikasifikasikan sebagai homo erectus hidup sampai masa yang sangat modern. Homo
sapiens neanderthalensis dan homo sapiens (manusia modern) hidup bersamaan di
daerah yang sama. Keadaan ini cenderung mengindikasikan tidak sahnya pernyataan
yang menyebutkan bahwa mereka adalah nenek moyang bagi satu sama lain. Seorang
palaentolog dari Universitas Harvard, Stephen Jay Gould menjelaskan kebuntuan
teori evolusi meskipun dirinya adalah seorang evolusionis: “Apa yang bisa
menolong kita jika ada 3 keturunan hominid (Austrapithecus Africanus, The robust
austrapithecines, homo habilis) yang hidup bersamaan, dan tak ada satu pun yang
berasal dari yang lain? Terlebih lagi, tak ada satu pun dari ketiganya
menujukkan kecenderungan evolusioner selama hidup mereka di bumi.”
Singkatnya, skenario
evolusi manusia yang dibuat dengan bantuan beragam gambar makhlukmakhluk “setengah
kera-setengah manusia” yang muncul di media dan buku-buku, semua itu
jelas-jelas hanya merupakan alat propaganda dan dongeng tanpa dasar ilmiah sama
sekali. Lord Solly Zuckerman, salah seorang ilmuwan yang terkenal dan dihormati
di Inggris yang melakukan riset terhadap subjek ini selama bertahun-tahun dan
secara khusus mempelajari fosil Austrapithecus selama 15 tahun, meskipun ia
sendiri adalah evolusionis akhirnya berkesimpulan bahwa faktanya tidak ada
garis keturunan dari makhluk sejenis kera kepada manusia. Zuckerman juga
membuat sebuah “spektrum sains” yang menarik. Ia membentuk sebuah spektrum
sains yang membentang dari apa-apa yang cenderung ilmiah sampai apa-apa yang
cenderung tidak ilmiah. Menurut spektrum Zuckerman, yang paling ilmiah
bergantung pada lapangan data sains adalah kimia dan fisika. Setelah itu ilmu
biologi, terakhir ilmu pengetahuan sosial. Jauh di akhir spektrum, yang
merupakan bagian yang dianggap paling tidak ilmiah adalah “persepsi
inderawi-ekstra”, yaitu konsep seperti telepati, indera keenam dan “evolusi
manusia”. Zuckerman menjelaskan alasannya: “Kita kemudian mulai pada tingkat
kebenaran objektif tentang hal-hal yang dianggap sebagai ilmu biologi, seperti
persepsi inderawi-ekstra atau interpretasi sejarah fosil manusia, yang bagi evolusionis
sejati apa pun mungkin saja terjadi, dan yang bagi orang yang meyakini
evolusionis terkadang dapat mempercayai beberapa pertentangan sekaligus.” Dongeng
evolusi manusia tidak membahas apa pun kecuali interpretasi bohong terhadap beberapa
fosil yang digali oleh orang-orang yang setia pada teori mereka.
Teknologi Pada Mata dan Telinga
Masalah lain yang tetap
tidak terjawab oleh teori evolusi adalah sifat-sifat sempurna dari persepsi mata
dan telinga. Sebelum memasuki pembahasan mengenai mata, mari sekilas kita jawab
pertanyaan “bagaimana kita melihat”. Cahaya datang dari sebuah objek yang jatuh
berseberangan dengan retina mata. Disinilah cahaya ditransmisikan menjadi
sinyal elektris oleh sel dan kemudian mencapai titik kecil di belakang otak
yang disebut pusat pengelihatan. Sinyal-sinyal elektris ini diterima di pusat
otak sebagai sebuah imej (gambar) setelah melalui serangkaian proses. Dengan
latar belakang teknik ilmiah, kita berpikir. Otak terisolasi dari cahaya. Itu
berarti bahwa di dalam otak situasinya benar-benar gelap, dan cahaya tidak
sampai ke otak. Yang dinamakan pusat pengelihatan adalah sebuah tempat yang
benarbenar pekat dimana tak ada cahaya yang dapat masuk. Mungkin otak adalah
tempat paling gelap yang pernah kita tahu. Anda mengamati dunia yang terang
benderang dalam kegelapan total ini. Gambar yang terbentuk di dalam mata
sangatlah tajam dan jelas, bahkan teknologi abad ke-20 sekalipun tidak dapat
menciptakan gambar yang sedemikian jelas. Sebagai contoh, buku yang Anda baca,
tangan yang Anda pakai untuk memegangnya. Coba Anda angkat kepala dan lihatlah
sekeliling Anda. Pernahkah anda melihat sebuah gambar setajam dan sejelas itu
di tempat lain? Bahkan layar TV tercanggih yang dihasilkan oleh pabrik TV
terbesar di dunia sekalipun, tidak dapat menghasilkan sebuah gambar yang tajam.
Gambar yang didapat dari mata ini adalah gambar tiga dimensi yang berwarna dan
sangat tajam. Lebih dari seratus tahun ratusan insinyur telah mencoba
mendapatkan ketajaman gambar seperti ini. Pabrik-pabrik dan gedung-gedung
raksasa dibangun, banyak riset dilakukan, rencana dan desain telah dibuat untuk
tujuan ini. Sekali lagi, lihatlah layar TV dan buku yang Anda pegang. Anda akan
melihat ada perbedaan yang sangat mencolok pada ketajaman dan kejelasannya.
Terlebih lagi, layar TV hanya dapat memberikan gambar tiga dimensi, sementara
dengan mata Anda bisa melihat perspektif tiga dimensi yang memiliki kedalaman. Selama
bertahun-tahun, puluhan dari ratusan insinyur telah mencoba membuat TV tiga
dimensi, dan mencapai kualitas gambar seperti yang dihasilkan oleh mata. Ya,
mereka berhasil membuat TV tiga dimensi, tetapi tak mungkin melihatnya tanpa
menggunakan kacamata. Terlebih lagi, gambar tersebut hanyalah gambar tiga
dimensi buatan. Latarnya lebih buram, gambar depannya muncul seperti latar kertas.
Tidak mungkin menghasilkan gambar yang tajam dan jelas seperti yang dihasilkan
oleh mata. Kamera maupun TV tidak sempurna kualitas gambarnya. Para evolusionis
mengklaim bahwa mekanisme yang memproduksi gambar yang tajam dan jelasi ni
terbentuk secara kebetulan. Sekarang, jika seseorang mengatakan bahwa TV di
ruangan Anda terbentuk secara kebetulan, bahwa semua atom yang membentuknya
terjadi begitu saja, bersatu menciptakan alat-alat yang memproduksi gambar ini,
bagaimanakah menurut Anda? Bagaimana mungkin atom-atom tersebut melakukan apa
yang tidak bisa dilakukan manusia? Jika sebuah alat yang menghasilkan sebuah
gambar saja tidak mungkin terjadi secara kebetulan, maka ini adalah bukti yang
sangat kuat bahwa mata dan gambar yang terlihat oleh mata tidak mungkin terbentuk
secara kebetulan. Hal yang sama terjadi pada telinga kita. Telinga bagian luar
menangkap suara yang ada dengan daun telinga dan mengirimkannya ke telinga bagian
tengah, kemudian getaran suara ini dikirimkan dengan menguatkannya. Telinga
bagian dalam mengirim getaran ini ke otak dengan menguatkannya menjadi
sinyal-sinyal elektrik. Seperti halnya mata, tindakan mendengar berakhir di
pusat pendengaran di otak. Hal yang terjadi pada mata juga terjadi pada
telinga. Otak terisolasi dari suara seperti halnya cahaya; tak ada suara di
dalam otak. Karena itu, tak peduli betapa bisingnya di luar, di dalam otak benar-benar
hening. Meski demikian, suara-suara yang paling tajam diterima di otak. Di
dalam otak Anda yang terisolasi dari suara, Anda mendengarkan simfoni sebuah
orkerstra, dan semua kebisingan di tempat ramai. Bagaimanapun juga, jika
tingkat suara di dalam otak Anda diukur dengan alat pengukur pada saat itu,
akan terlihat bahwa otak Anda benar-benar sunyi. Seperti halnya gambar, telah
dilakukan usaha-usaha selama beberapa dekade untuk menghasilkan suara yang
benar-benar asli. Hasilnya adalah rekaman suara, sistem rekaman yang sangat
teliti dan asli, serta sistem untuk mendeteksi suara. Meskipun semua teknologi
ini dan ratusan insinyur serta ahli telah berusaha keras, tak ada satu pun
suara yang dihasilkan memiliki ketajaman dan kejernihan suara yang diterima
oleh telinga. Coba pikirkan sistem rekaman dengan kualitas terbaik yang dihasilkan
perusahaan industri musik terbesar. Bahkan dengan peralatan itu, ketika suara
direkam, sebagiannya ada yang hilang. Atau jika Anda menyalakan sebuah rekaman,
Anda akan selalu mendengar suara mendesis sebelum musik dimulai. Bagaimanapun,
suara-suara yang dihasilkan oleh tubuh manusia benar-benar tajam dan jelas.
Telinga manusia tidak pernah menerima suara yang disertai desisan seperti
halnya rekaman. Telinga manusia menerima suara tepat seperti suara itu, tajam
dan jernih. Demikianlah yang terjadi sejak penciptaan manusia.
Sejauh ini, tak ada alat penghasil
gambar dan perekam yang diproduksi manusia memiliki data sensor yang sesensitif
dan sehebat mata dan telinga manusia. Bagaimanapun juga, semakin kita mengamati
tindakan melihat dan mendengar, semakin besar fakta yang tersembunyi di balik
hal-hal tersebut. ilik Siapakah Kesadaran yang Melihat dan Mendengar Di dalam
Otak?
Siapakah yang mengamati sebuah dunia
yang memikat di dalam otak, mendengarkan simfoni dan kicau burung, serta
harumnya mawar?
Rangsangan yang datang dari mata,
telinga, dan hidung manusia berjalan ke otak sebagai impuls syaraf
elektris-kimiawi. Dalam ilmi biologi, psikologi, dan biokimia, Anda dapat
menemukan banyak rincian tentang bagaimana gambar buku terbentuk di otak. Anda
tidak akan pernah menemukan fakta yang penting tentang hal ini: Siapakah yang
menerjemahkan impuls syaraf elektris-kimia ini sebagai gambar, suara, bau, dan
peristiwa sensorik di otak? Ada kesadaran di dalam otak yang menyerap semua itu
tanpa memerlukan mata, telinga dan hidung. Milik siapakah kesadaran ini? Tak
ada lagi keraguan bahwa kesadaran ini bukanlah berada di dalam saraf, lapisan
tebal, dan neuron yang membentuk otak. Inilah mengapa materialis-Darwinis yang
yakin bahwa segala sesuatu diperbandingkan dengan materi, tidak dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini. Itu karena kesadaran ini adalah ruh yang dicitakan
Allah. Ruh yang tidak membutuhkan mata untuk melihat ataupun telinga untuk
mendengar suara. Lebih jauh lagi, ruh ini tidak membutuhkan otak untuk
berpikir. Setiap orang yang membaca fakta ilmiah yang jelas ini harus
merenungkan kekuasaan Allah, harus takut dan memohon perlindungan pada-Nya. Ia
yang memasukkan seluruh alam dalam bentuk tiga dimensi yang berwarna, berbayang
dan bercahaya ini dalam sebuah tempat yang sangat gelap sebesar hanya beberapa
sentimeter kubik.
Keyakinan Materialis
Informasi yang telah
kami sajikan sejauh ini menunjukkan bahwa teori evolusi adalah sebuah penyataan
yang jelas terbantah dengan penemuan-penemuan ilmiah. Pernyataan teori ini
tentang asalusul kehidupan adalah tidak sejalan dengan sains. Mekanisme
evolusioner yang diajukan tidak memiliki kekuatan evolusi, dan fosil yang
menunjukkan bahwa bentuk-bentuk peralihan yang diperlukan oleh teori itu tidak
pernah ada. Jadi, teori evolusi haruslah dienyahkan sebagai gagasan yang tidak
ilmiah. Karena banyak gagasan seperti model bumi sebagai pusat alam semesta
telah dikeluarkan dari agenda ilmiah sepanjang sejarah. Teori evolusi tetap
memaksa untuk menjadi agenda ilmiah. Beberapa orang bahkan mencoba mengajukan
kritik untuk menyerang sains. Mengapa?
Alasannya adalah bahwa teori evolusi
adalah seluruh keyakinan dogmatis yang sangat diperlukan oleh sebagian orang.
Mereka dengan membabi buta mengabdi pada filasafat materialis dan mengadopsi Darwinisme
karena itu satu-satunya penjelasan yang dapat dibuat atas pertanyaan keberadaan
dan peristiwa alam. Dengan cukup menarik, mereka juga mengatakan hal itu dari
waktu ke waktu. Seorang ahli genetik terkenal dan evolusionis yang vokal, Richard
C. Lewontin dari Universitas Harvard menyatakan bahwa dirinya pertama-tama
adalah seorang materialis, kemudian seorang “lmuwan”. Bukanlah cara-cara dan
institusi-intitusi ilmiah yang mendorong kita untuk menerima penjelasan tentang
dunia fenomena, tetapi sebaliknya, kita dipaksa oleh ketaatan kita pada
penyebab-penyebab yang bersifat materi untuk menciptakan alat investigasi dan
membuat konsep-konsep yang menghasilkan penjelasan-penjelasn yang bersifat
material, tak peduli betapa kontra-intuitif dan membingungkannya orang-orang
yang belum tahu. Terlebih lagi, bahwa materialisme adalah absolute sifatnya,
jadi kita tidak memasukkan Tuhan di dalamnya. Ini adalah pernyataan yang
eksplisit bahwa Darwinisme adalah dogma yang tetap hidup hanya demi kepatuhan pada
filsafat materialis. Dogma ini mempertahankan bahwa tidak ada makhluk yang menolong
materi. Karena itu, dogma ini bertahan bahwa materi yang tidak hidup dan tidak
memiliki kesadaran telah menciptakan kehidupan. Teori ini tetap “ngotot” bahwa
jutaan spesies hidup yang berbeda; misalnya burung, ikan, jerapah, macan,
serangga, pohon, bunga, ikan paus, dan manusia berasal dari interaksi antara
materi seperti hujan, kilat, dan sebagainya, yaitu berasal dari benda mati. Ini
adalah ajaran yang berawanan dengan akal dan sains. Namun Darwinisme tetap
membelanya begitu saja demi tidak memasukkan campur tangan Tuhan di dalamnya. Siapa
pun yang tidak melihat asal-usul makhluk hidup dengan prasangka materialis,
akan melihat bahwa bukti ini benar. Semua makhluk hidup adalah karya Sang
Pencipta Yang Maha Kuasa, Mahabijaksana, dan Maha Mengetahui. Pencipta ini
adalah Allah Yang Menciptakan seluruh alam semesta dari ketiadaan,
merencanakannya dalam bentuk yang sebaik-baiknya, dan melengkapi semua makhluk
hidup.
“Mereka menjawab, ‘Maha suci Engkau , tidak
ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami;
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana”. (al-Baqarah:
32)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar